Senin, 25 Februari 2008

Ketimpangan Kebijakan Anggaran

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

“Sungguh timpang kebijakan alokasi APBN yang dibuat pemerintah. Gedung sekolah sebagai jantung kegiatan belajar mengajar yang sudah roboh dibiarkan roboh. Sedangkan gedung DPR di Senayan yang masih bagus dan megah akan segera direnovasi dengan dana 40 miliar,” kata Dosen FKIP Untan, Rif’at menyikapi keputusan MK.
Uang yang seharusnya untuk membangun sekolah digunakan untuk tunjangan rumah dinas anggota DPR. Padahal mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara melalui gedung sekolah lebih penting daripada sekadar memanjakan anggota dewan dengan berbagai fasilitas yang sudah lebih dari cukup.Keadaan ini, kata Rif’at semakin menegaskan bahwa pemerintahan saat ini tidak berpihak kepada rakyat. Rakyat dibiarkan banting tulang dan memeras keringat untuk bertahan hidup dan berupaya mendapatkan pendidikan layak. Sedangkan DPR sebagai wakil rakyat bergelimangan fasilitas dan kemewahan. Rakyat Indonesia dibiarkan bodoh dengan kondisi sebodoh-bodohnya yaitu dengan bodoh tanpa harus sekolah, karena gedung sekolah yang ada di desanya sudah roboh sekian tahun yang lalu. Belum lagi persoalan di desa-desa sudah banyak guru yang tidak lagi mau mengajar. Mereka sudah tidak tahan lagi hidup di bawah garis kemiskinan. Guru-guru terpaksa kembali menggarap sepetak tanah hasil warisan orang tua. Gaji guru tidak cukup untuk sekadar membeli garam didapur. Ironisnya, dana bantuan yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun gedung baru dan membayar gaji guru dikorupsi oleh pejabat pemerintah. Dana-dana tersebut tidak pernah cair dan sampai kepada pihak sekolah. “Kalaupun ada, dana tersebut sudah tinggal 60 atau bahkan 50 persen dari anggaran asli,” ungkapnya. Rif’at sangat kecewa karena tidak ada satu pun anggota DPR yang terhormat membantu meringankan beban penderitaan rakyat. Mereka malah mengajukan anggaran kepada pemerintah melalui APBN untuk merenovasi gedung DPR yang sudah megah dan membangun rumah dinasnya. Mereka merasa malu jika ada kunjungan anggota DPR dari negara lain. Akan tetapi, mereka tidak merasa malu jika anak bangsa Indonesia bodoh karena tidak adanya sarana kegiatan belajar mengajar. Selain anggaran renovasi gedung DPR sebesar 40 miliar dan tunjangan rumah dinas, anggota DPR menyetujui anggaran pendidikan pada tahun 2008. Ironinsnya, anggaran pendidikan tahun 2008 lebih kecil dibandingkan dengan anggaran pendidikan pada tahun 2007. Anggaran untuk Departemen Pendidikan Nasional pada tahun anggaran 2008 ditetapkan Rp 48,3 triliun, atau 5,7 persen dari total belanja pemerintah yang sebesar Rp 836 triliun.Sebuah kebijakan yang ironis memang ditengah masih banyaknya masyarakat buta aksara di Indonesia yang mencapai 14,59 juta orang. Akhir cerita dari kebijakan pemerintah selama ini adalah ketimpangan antara yang miskin dan kaya. “Pemerintah berlomba mempercantik diri, sedangkan rakyat terseok dengan kondisi sekolah yang roboh,” ujarnya.■

Tidak ada komentar: