Mestinya Kadishut Provinsi Jadi Tersangka
* 15 Ribu Gelondong Akan Segera Diamankan
Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
DPR, Pemerintah, Dinas Kehutanan dan seluruh aparat penegak hukum baik kejaksaan dan polisi pada jajarannya di tingkat provinsi maupun kabupaten harus mempunyai kemauan politik (political will) yang sama terhadap pemberantasan illegal logging (IL). Kalau tidak ada political will yang sama di semua instansi terkait masalah penanganan IL seperti sapi perahan saja. Artinya pelaku IL jika ingin bebas harus membayar ke semua instansi terkait mulai dari tingkat desa sampai tingkat provinsi.
“Semua instansi terkait bertanggung jawab terhadap kasus IL. Karena kasus IL merupakan perbuatan yang sistematik. Kalau pemerintah benar-benar ingin memutuskan mata rantai IL maka semua instansi harus bekerjasama bukan malah saling tuding, saling menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Perbuatan IL yang bersifat sistematik ini karena pelaku IL justru berlindung pada aturan undang-undang. Misalnya Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) pada Hak Penguasaan Hasil Hutan (HPHH) 100 hektar (Ha),” ungkap akademisi Fakultas Hukum Untan, Rousdy Said, Senin (4/2) saat ditemui di ruang kerjanya.
”Betulkah Dinas Kehutanan Provinsi tidak terlibat dalam pengeluaran dan pendistribusian SKSHH pada setiap kasus IL? Mengapa hanya kepala Dinas Kehutanan Sintang saja yang dijadikan tersangka oleh aparat kepolisian?” katanya.
Keluarnya SKSHH itu merupakan kewenangan Dishut Provinsi Kalbar dan Dishut Kalbar yang paling bertanggung jawab dalam kasus IL yang terjadi selama ini. Yang paling mengherankan, kata Rousdy kenapa baru sekarang kasus dokumen palsu SKSHH dituntaskan? Ini terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan Kalbar tidak menuntaskan kebijakan Menteri bahwa dokumen SKSHH untuk kayu areal hak penguasaan hasil hutan (HPHH) 100 hektar (Ha) tidak boleh dikeluarkan lagi. Kejadian pada kasus Nokan Lipung di Kecamatan Serawai Ambalau Sintang adalah kesalahan Kepala Dinas Kehutanan Kalbar. Sebab baru sekarang menuntaskan program tersebut.
“Seharusnya Kepala Dinas Kehutanan Provinsi yang menjadi tersangka,” ujarnya.
Proses keluarnya SKSHH itu sudah jelas berawal dari Dinas Kehutanan Kabupaten mengajukan permohonan keluarnya SKSHH ke Dinas Kehutanan Provinsi. Nah Dinas Kehutanan Provinsi yang mengeluarkan dan mendistribusikan SKSHH tersebut. Adanya saling menyalahkan antara DPR dengan pihak kepolisian dalam kasus IL karena memang masing-masing pihak kepentingan. DPR dan Dishut sebagai institusi pemerintahan dan wakil rakyat seharusnya turun ke masyarakat untuk mensosialisasikan bahwa SKSHH itu sudah tidak berlaku lagi dan memberikan penyuluhan pada masyarakat agar tidak melakukan pembalakan liar.
“Untuk aparat penegak hukum baik kepolisian dan kejaksaan harus menjadi ujung tombak dalam penyelesaian kasus IL. Tapi yang terjadi kenapa kayu bisa lolos sampai keluar. Padahal setiap kecamatan ada polsek dan babinsanya. Dan kayu keluar pastinya melewati wilayah hukum polsek dan babinsa yang ada di kecamatan. Pertanyaannya apakah polsek dan babinsa tidak mengetahui? Kalau tidak mengetahui seberapa jauh pertanggungjawaban hukum dari polsek dan babinsa,” tanya Rousdy.
Kondisi ini, lanjutnya menunjukkan tidak ada keseriusan penegakan hukum dalam pemberantasan IL. Belum lagi kerja kejaksaan yang tidak pernah benar. Setiap kasus IL setelah lewat persidangan pastinya selalu bebas atau hukumannya ringan. Berarti ada diskriminasi dalam penegakan hukum. Padahal negara dirugikan puluhan triliun dalam kasus-kasus IL.
Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Suhadi mengatakan menangani IL bagi polisi merupakan hal yang sangat dilematis. Satu sisi polisi harus menegakkan hukum, di sisi lain polisi akan berhadapan dengan masyarakat yang ingin kayu dilepas. Buktinya saat masyarakat mendatangi Polres Sintang agar kayu yang telah ditangkap dapat dibebaskan. Apalagi saat ini ada 21 rakit kayu sedang dalam perjalanan dari arah Putusibau menuju Sintang dan sudah berada di perbatasan Putusibau- Sintang yang katanya milik 1000 warga. Kalau polisi menangkap 21 rakit kayu tersebut dikuatirkan akan berbenturan dengan masyarakat, tapi jika kayu tersebut dibiarkan lewat berarti polisi membenarkan adanya tindakan illegal logging. “Di belakang 21 rakit kayu jenis meranti tersebut masih ada 34 rakit lagi yang masih berada di sekitar Danau Sentarum dan akan lewat Sintang,” katanya.
Jadi, kata Suhadi kalau dijumlah seluruhnya ada 55 rakit kayu, jika perakitnya ada 700 gelondong kayu berarti ada sekitar 15.000 gelondong kayu yang akan lewat. Pihak kepolisian Sintang akan segera menangkap kayu tersebut.
Untuk menyelesaikan IL di Kalbar diharapkan semua pihak yang berwenang dapat memberikan perannya. Jangan hanya bisa menyalahkan pihak kepolisian. Selama ini pihak kepolisian hanya menerima limbah dari IL. Kayu ditangkap disalahkan tidak ditangkap lebih disalahkan.
“Seluruh pihak mari bersama-sama berperan aktif dalam upaya pemberantasan IL supaya IL tidak terjadi lagi,” ajak Suhadi.
Sebenarnya pihak kepolisian tidak perlu menangkap kayu jika memang Dinas Kehutanan, DPR dan pemerintah baik provinsi dan kabupaten bertindak turun ke lapangan melakukan pencegahan melalui penyuluhan ke masyarakat. DPR jangan hanya menyalahkan polisi saja, tapi juga melakukan tindakan konkret untuk mengatasi IL dengan mensosialisasikan pada masyarakat dampak dari IL. Pemerintah daerah Kabupaten juga harus memberikan imbauan dan mempercepat program kesejahteraan rakyat agar masyarakat tidak mencuri kayu lagi.
Saat ini ada modus baru dari para pelaku IL agar kayu bisa lolos yaitu dengan memanfaatkan masyarakat sebagai tameng dari para cukong kayu. Para cukong sering menyuruh masyarakat yang membawa kayu keluar dengan bayaran. Tujuannya ingin membenturkan polisi dengan masyarakat. Karena itu polisi mengimbau masyarakat agar tidak mau dijadikan tameng oleh para cukong kayu.
“Saya berharap ada kerjasama semua instansi termasuk media untuk membangun opini bahwa tindakan IL adalah tindakan yang tidak dibenarkan oleh hukum,” tuturnya. ■
Jumat, 15 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar