Minggu, 17 Februari 2008

Sejuta Makna dalam Novel Ayat-Ayat Cinta

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Namun kau hidup mengaliri
Pori-pori cinta dan semangatku
Sebab kau adalah hadiah agung
Dari Tuhan
Untukku

Bidadariku…(AAC, hal 198). Ini adalah satu kata mutiara mungkin dapat sedikit mewakili dari sejuta makna yang terkandung dari novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Dan satu-satunya kelemahan novel ini adalah tokoh utamanya tidak memiliki kelemahan.
Di Indonesia memang sulit mencari tokoh seperti Fahri. Tapi di Mesir banyak, jadi Fahri memang benar-benar ada dan bukan makhluq langit. Tapi Fahri yang asli tidak menikahi gadis Turki. Dia menikahi gadis Solo.
“Subhanallah ayat-ayat cinta, tidak sebagaimana kekhwatiran saya bahwa isinya akan ‘melangit’. Ia memang tinggi, memberikan teladan keagungan dan kesucian yang memelangi. Tapi ia pun turun, hadir menemani hati-hati yang merindu, mengetuk sanubari ribuan manusia, menawarkan nilai dan keyakinan yang kian gharib. Di negeri ini, ia asing tapi dirindukan, ia indah untuk dijadikan teladan, ia manis untuk dijadikan harapan,” kata Fakhrul, Pembedah Novel Ayat-Ayat Cinta, dalam acara Bedah Novel Ayat-ayat Cinta (AAC) Rabu (13/2) di Gramedia Mega Mall yang diadakan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) AL- Iqhtisod fakultas Ekonomi Untan.
Ia menceritakan Ayat–ayat cinta menggariskan takdirnya sebagai buku yang barakah. Seperti kata Umberto Eco dalam Il Namo della Rosa, “Sed opera sapinteae certa lege vallantur et in fine debitum efficaciter diri guntur.
Didekat barakah kemanfaatan Ayat-Ayat Cinta bagi pembacanya, penulis mengajak pembaca belajar tentang betapa bermaknanya keikhlasan bagi seorang yang telah menjajakan harta dan jiwanya di jalan Allah. Inilah kekuatan niat suci. Inilah ilmu ikhlas. Ya, Allah telah membuat perumpamaan yang indah tentang keikhlasan.
“Meski, betapa sulitnya ikhlas itu, Alhamdulillah, Ayat-Ayat Cinta mengajari kita bahwa ikhlas itu bisa dan harus diupayakan,” ceritanya.
Novel Ayat-Ayat Cinta yang memendarkan berjuta cahaya itu, Dari merekalah pembaca belajar tentang kesejatian, kejujuran perasaan, dan ungkapan penuh kelembutan. Diceritakan dalam novel AAC tersebut Noura seorang wanita dengan kerentanan perasaannya setelah kezhaliman-kezhaliman yang dialaminya tentu merasakan suatu getaran khusus, getaran yang sangat istimewa ketika seorang pemuda memberikan perhatian kepadanya. Mungkin, si pemuda memandang bahwa hal ini memang sudah selayaknya.
Tapi karena orang lain tak pernah melakukannya, yang seharusnya itu menjadi sangat istimewa. Maka ia bertutur, “Sejak aku kehilangan rasa aman dan kasih sayang serta merasa sendirian tiada memiliki siapa-siapa selain Allah di dalam dada, kaulah orang yang pertama datang memberikan rasa simpati dan kasih sayangmu. Aku tahu kau telah menitikkan air mata untukku, ketika orang-orang tidak menitikkan air mata untukku.” (AAC, hal 165).
Inilah hati seorang wanita yang telah tersentuh rasa, maka ia ingin memberikan segalanya.
“Dalam hatiku, keinginanku saat ini adalah aku ingin halal bagimu. Islam memang telah menghapus perbudakan, tapi demi rasa cintaku padamu yang tiada terkira dalamnya terhujam dalam dada, aku ingin menjadi budakmu. Budak yang halal bagimu, yang bisa kau seka air matanya, kau belai rambutnya, dan kau kecup keningnya. Aku tiada berani berharap lebih dari itu.” (AAC, hal 167).
Tak banyak kisah tentang Noura. Yang jelas, kisah ini berujung pada pengadilan yang menduhkan perkosaan atas Noura kepada Fahri. Posisi perasaan seperti ini apa yang dialami Noura sehingga ia tega mengubah cintanya yang begitu dalam kepada Fahri menjadi sebuah fitnah yang keji.
“Noura yang seorang wanita Mesir, mengingatkan saya pada wanita Mesir lain yang diabadikan dalam Al Qur’an. Ia, wanita yang tak disebut namanya oleh Al Qur’an kecuali sebagai Imra’atul ‘Aziiz (isterinya pejabat). Ia, wanita yang terpesona pada Yusuf seperti Noura terpesona pada Fahri. Tetapi ia melangkah lebih jauh dengan menggoda Yusuf untuk berma’siat. Dan ketika ajakan itu bertepuk sebelah jiwa, ia melontarkan tuduhan sebagaimana Noura,” ungkapnya.
Inilah cinta, entah dalam versinya yang ke berapa. Cinta yang sangat posesif. Tuntutan kepemilikan yang sangat tinggi dan kecemburuan yang melahirkan tindakan fatal. Cinta ini, kata Erich Fromm, tumbuh pada mereka yang masa lalunya dipenuhi perasaan tidak aman. Bahkan meski itu sekedar dari orang tua yang tidak pernah memberi kepercayaan dalam cinta yang mereka berikan pada anak-anaknya.
Harmi Cahyani, Penulis Novel Ashley : Somebody Help me yang juga menjadi pembedah novel Ayat-ayat Cinta mengungkapkan Bagi para pencinta buku di tanah air, terutama penggemar buku-buku fiksi islami, pasti tidak asing lagi dengan nama Habiburrahman ElShirazy. Dialah penulis novel populer Ayat Ayat Cinta (AAC). Novel AAC adalah satu novel best seller, di mana penjualannya sudah mencapai angka 70.000 eksemplar.
Habiburrahman mengaku bahwa kandungan ayat-ayat Alquran telah menjadi ilham dan inspirasi baginya untuk menulis cerita dengan kata-kata yang indah. Ketika menaburi Surat Zukruf ayat 64 dan Surat Yusuf yang berisi kisah cinta yang universal, ia terinspirasi untuk menulis dan jadilah novel Ayat Ayat Cinta yang mendapat sambutan hangat dari kaum muda muslim dan pencinta fiksi-fiksi islami.
Sejak baris pertama membaca novel ini, pembaca akan terjerat pada kehalusan penulis dalam memotret suasana alam Mesir. Fahri sebagai tokoh utama dikenalkan kepada pembaca melalui rangkaian kegiatan sehari-hari santri metropolis ini. Penulis berhasil menghidupkan tokoh Fahri, bahkan kita seolah-olah menjadi Fahri dalam novel ini.El Shirazy berhasil melukiskan suasana kehidupan Mesir yang menjadi latar belakang cerita ini dengan begitu mengesankan, karena ia mengalami sendiri hari-hari di negeri beribu kota Kairo ini. Kita seakan merasakan langsung suasana Mesir dalam panas 41 derajat Celsius. Gambaran budaya masyarakatnya. Humor-humor segar yang digunakan dan banyak lagi.
Memang benar apa yang dikatakan Hadi Susanto dalam pengantarnya, novel itu pas disebut sebagai novel pembangun jiwa. El Shirazy mampu menyisipkan pesan-pesan moral dalam ceritanya. Pesan dakwah dijasadkan dengan sangat halus yang jauh dari kesan dipaksakan. Bahkan tanpa kita sadari ilmu fikih dan akidah kita bertambah setelah kita mengikuti dialog-dialog yang disampaikan.
Novel ini pun mengandung kisah asmara yang romantis dan humanis. Hati kita akan gerimis usai membacanya. Kehidupan Fahri diwarnai dengan kisah hubungan lelaki dan perempuan. Perasaan Fahri diungkapkan dengan baik ketika ia harus menjadi rebutan tiga orang perempuan. “Adegan percintaan pun dikemas dengan sangat manis dan cantik serta menggemaskan namun tidak terjatuh dalam kevulgaran,“ jelasnya.

Tidak ada komentar: