Senin, 25 Februari 2008

Ingin Bentuk Jiwa Entrepreneurship Mahasiswa

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Sistem pendidikan Perguruan Tinggi yang ada tidak menciptakan tenaga kerja siap pakai diakui oleh Rektor Untan, Chairil Effendi. Karena itu menurutnya pengembangan Soft Skill untuk menciptakan lulusan sarjana yang berjiwa entrepreneurship sangat diperlukan. Karena selama ini kurikulum perguruan tinggi terlalu konservatif. Akibatnya lulusan dari perguruan tinggi seperti sarjana kaca mata kuda. Artinya sarjana saat ini hanya menguasai satu disiplin ilmu saja dan tidak mampu untuk survive di masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja.
Kondisi ini didukung pula oleh minimnya kebijakan perguruan tinggi dalam mendorong peserta didiknya untuk lebih mengembangkan jiwa entrepreneurship. Pendidikan di perguruan tinggi lebih banyak menghasilkan lulusan perguruan pekerja berkualifikasi akademis tinggi. “Padahal yang dibutuhkan adalah lulusan berjiwa entrepreneurship yang dengan penguasaan sains dan teknologinya berusaha secara mandiri dalam menyejahterakan diri dan masyarakatnya,” katanya.
Jiwa entrepreneurship yang lemah pada mahasiswa memerlukan sebuah penanganan strategis. Langkah-langkah strategis tersebut harus bersifat integritas. Artinya memuat seluruh aspek teoritis dan praktis. Dengan demikian, mahasiswa dapat belajar total mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk menjadi seorang entrepeneur. Mereka tidak lagi terbatas pada mengandalkan kesempatan yang datang kepada dirinya. Akan tetapi, menciptakan sendiri kesempatan untuk maju dan berkarya tersebut. Entrepreneurship bagi mahasiswa dimaksudkan untuk membangun jiwa kemandirian. Mahasiswa diarahkan untuk berkreasi merintis usaha sejak di bangku kuliah. Dalam proses perintisan tersebut tentunya ada proses belajar secara nyata. Berbagai pengalaman dalam mengelola inilah yang dibutuhkan nantinya setelah lulus dari kampus. Mereka akan lebih siap dalam menghadapi persaingan hidup, khususnya dalam bidang ekonomi. Tidak perlu lagi bergantung kepada panggilan lamaran dari perusahaan karena telah memiliki usaha yang mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sebagai awalan, usaha yang dilakukan mahasiswa mungkin saja berskala usaha kecil atau menengah. Akan tetapi, karena memiliki semangat entrepreneurship, keinginan maju dan jiwa inovasi yang tinggi, usaha tersebut dapat berubah skalanya menjadi usaha besar. Demikianlah siklus yang diharapkan. Muncul usaha-usaha berskala besar dari usaha kecil. Seiring dengan itu, usaha-usaha kecil dari kreativitas mahasiswa juga tumbuh. Jika ini terjadi, berarti penyerapan tenaga kerja baru. Berkurangnya pengangguran dapat berpengaruh terhadap ekonomi makro seperti peningkatan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentunya sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh konstitusi yang mencanangkan usaha pencerdasan bangsa seiring dengan usaha memajukan kesejahteraan bangsa.
Karena itulah, prguruan tinggi mulai saat ini harus melakukan langkah untuk membudayakan semangat entrepreneurship kepada mahasiswa. Dan dalam waktu dekat, Untan akan mengadakan pertemuan antara universitas, pemerintah daerah dan perusahaan-perusahaan swasta untuk menghitung berapa sebenarnya kebutuhan tenaga kerja di Kalbar, kompetensi apa saja yang dibutuhkan, bidang-bidang apa saja yang diperlukan.”Semuanya akan dibicarakan satu meja sehingga nanti perguruan tinggi tidak hanya mengrekrut mahasiswa sebanyak-banyaknya dan tidak bertanggung jawab terhadap lulusannya,“ ujarnya.
Penanaman jiwa entrepreneurship pada mahasiswa harus segera dilakukan di perguruan tinggi agar lulusan menyadari bahwa bekerja itu tidak hanya di sektor formal seperti pegawai negeri tapi sarjana harus mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain.
Usaha menanamkan, mendorong, dan menyadarkan mahasiswa untuk berwirausaha yang dilakukan perguruan tinggi bagi mahasiswanya dapat diimplementasikan ke dalam dua poin kongkret. Pertama, memasukkan mata kuliah entrepreneurship sebagai mata kuliah wajib di setiap program studi. Materi yang disampaikan terdiri dari 35% teori dan 65% praktik. Persentase ini disebabkan melatih seseorang menjadi entrepreneur tidak banyak memerlukan teori. Akan tetapi, harus divisualisasikan sebagai sarana pelatihan. Hal ini jauh lebih efektif karena pengujian apakah seorang berjiwa entrepreneur atau tidak, bukan dihadapkan dengan menyelesaikan sejumlah pertanyaan uraian.
Langkah lain, mendirikan lembaga pelatihan dan pembinaan entrepreneurship. Sesuai dengan namanya, tugas lembaga ini adalah memberikan pelatihan kepada mahasiswa yang tertarik membuka usaha. Supaya efektif, lembaga ini diisi dengan orang-orang yang memiliki kompetensi di tiap jurusan atau fakultas yang ada di perguruan tinggi tersebut. Selain itu, lembaga ini juga berperan sebagai unit konsultasi dalam membina unit-unit usaha dari mahasiswa yang telah ada. Peran lainnya adalah mencarikan jaringan yang sesuai dengan usaha, seperti jaringan modal, tokoh atau lainnya.

Tidak ada komentar: