Hutan Kalbar Sudah Hancur
* Kadishut Mesti Diganti
Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Kalau pemerintah tetap mempertahankan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalbar yang begitu banyak PR yang tidak terselesaikan, mulai dari kasus illegal logging, tunggakan PSDHDR (Provisi Sumber Daya Hutan Dana Reboisasi), tidak adanya kebijakan konkret untuk rencana-rencana rehabilitasi lahan lewat HTI (Hutan Tanaman Industri), RKT yang tidak jelas, maka lama-kelamaan hutan Kalbar hancur lebur. Demikian diungkapkan akademisi Fakultas Kehutanan Untan, Gusti Hardiansyah, Sabtu (2/2) di ruang kerjanya.
Gusti meminta pemerintah Kalbar harus segera mengevaluasi kinerja Kepala Dinas Kehutanan yang selama kepemimpinannya tidak membuat kebijakan yang konkret untuk persoalan-persoalan sektor kehutanan di Kalbar. “Ini ‘kan menimbulkan citra jelek terhadap Dishut Kalbar,” katanya.
Ia juga menilai selama aparat melakukan investigasi illegal logging ada kelemahan dari Humas Dishut Provinsi maupun kabupaten yang tidak terbuka bahkan terkesan takut seolah-olah merekalah tersangkanya ketika publik ingin mengetahui informasi tentang kebijakan Dishut untuk pemberantasan illegal logging. “Kalau Kalbar punya kepala Dinas Kehutanan yang takut bicara bagaimana dapat menyelesaikan masalah illegal logging? Seharusnya dalam semangat membangun hutan lestari di Kalbar, Dishut harus membuat kebijakan menegakkan moral. Tapi sayang Dishut sebagai penyapunya sendiri masih kotor,” ungkapnya.
Menurut Deden—sapaannya—saat ini pemerintah Kalbar harus menggerakkan Dishut agar membuat suatu kebijakan dan strategi untuk mendukung kebijakan pemberantasan illegal logging dari hutan negara dengan menyediakan informasi lokasi-lokasi rawan pencurian kayu, menggalang masyarakat peduli pemberantasan pencurian kayu, mengintensifkan langkah-langkah koordinasi dengan Polri – TNI, Kejaksaan Agung dalam penanganan pencurian hutan.
Dishut juga perlu menggalakkan kebijakan revitalisasi sektor kehutanan dengan menciptakan industri kehutanan yang tangguh, efisien dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi serta berdaya saing global, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mewujudkan pengelolaan hutan lestari yang mendukung pengembangan industri kehutanan. Selain itu perlu ada rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan melalui upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memelihara hutan, mempercepat pemulihan hutan kritis.
”Dishut jangan hanya membuat kebijakan yang bersifat seremonial saja seperti penanaman sejuta pohon. Tapi buatlah kebijakan bagaimana rehabilitasi hutan dapat mendukung ketahanan pangan,“ ujarnya.
Dengan kebijakan rehabilitasi hutan untuk ketahanan pangan, kata Deden, Dishut dapat membuat kebijakan penyediaan lahan eks kawasan hutan yang tidak berhutan untuk usaha pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Dengan melaksanakan kebijakan ini berarti Dinas Kehutanan telah membantu pemerintah Kalbar mengatasi persoalan pangan yang terjadi di Kalbar seperti naiknya harga-harga pangan akibat Indonesia masih mengimpor hasil-hasil pangan.
Revitalisasi industri kehutanan juga akan mendorong terciptanya lapangan kerja dan lapangan usaha disektor kehutanan. “Ini juga dapat mendukung langkah pemerintah mengatasi pengangguran di Kalbar yang semakin bertambah,“ ungkapnya.
Deden juga meminta pihak aparat penegak hukum untuk memberikan informasi kepada publik mengenai bagaimana dan sampai di mana proses hukum kasus-kasus illegal logging yang terjadi selama ini. Aparat telah banyak menangkap kayu selama melakukan operasi, tapi sampai saat ini publik tidak pernah diberitahu ke mana kayu tersebut. Yang harus juga dicermati mengenai penunggakan PSDHDR dari perusahaan-perusahaan besar di sektor perkayuan yang sampai saat ini tidak jelas ke mana beritanya.
Koordinator Komunitas Pemantau Peradilan Kalbar (Komppak), Firanda, Minggu (3/2) meminta pihak aparat penegak hukum untuk menetapkan aparat Dishut terutama Kepala Dinas Kehutanan Kalbar dan jajaran Dishut lainnya dalam kasus pengeluaran surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) kayu Nokan Lipung, Sintang yang saat ini sedang ditangani pihak kepolisian Kalbar. Dokumen SKSHH tersebut tidak pernah ada jika tidak ada kebijakan dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar. Pengeluaran dokumen SKSHH untuk kayu areal hak penguasaan hasil hutan (HPHH) untuk skala 100 hektar (Ha) tidak boleh dikeluarkan dan hal tersebut benar-benar melanggar Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 541/2002 tentang pembatalan SK Menhut No 05.1/2000, bagi izin HPHH 100 Ha. Dengan adanya Surat Keputusan Menhut No 541/2002 maka HPHH 100 Ha sudah tidak berlaku lagi.
“Dinas Kehutanan provinsi Kalbar telah melanggar hukum dan harus segera dijadikan tersangka dan diproses secara hukum demi keadilan. Karena sangat tidak mungkin jajaran Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar tidak terlibat dalam proses penerbitan dan pendistribusian dokumen SKSHH dalam kasus pencurian kayu di Nokan Lipung di kecamatan Serawai-Ambalau, Sintang,“ ungkapnya. ■
Senin, 04 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar