Guru Antusias Ikuti DPG
Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Dari gelombang sampai gelombang IV Diklat Profesi Guru (DPG) yang diadakan oleh LPTK FKIP Untan disambut dengan sangat antusias oleh para peserta. Antusiasnya para guru ini terlihat dari kedisiplinan para guru dalam mengikuti pelatihan dan latihan profesi guru (PLPG). Bahkan ada peserta yang sedang hamil besar dan sakit masih memaksakan diri untuk ikut diklat.
Demikian ditegaskan Dekan FKIP Untan Aswadi, di ruang kerjanya mengatakan, Rabu (31/1).
“Saya sangat bangga dan optimis para peserta diklat akan menjadi guru yang professional,” katanya.
Dibandingkan uji sertifikasi guru yang dilakukan melalui uji portopolio atau melengkapi portopolio, program sertifikasi melalui Diklat profesi guru ternyata lebih disenangi para guru. Kalau dikaji lebih mendalam sebenarnya program sertifikasi guru itu lebih baik melalui Diklat profesi guru.
Karena dengan diklat profesi guru, para guru mendapatkan materi empat kompetensi yaitu pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Jabaran rinci materi PLPG ditentukan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada rambu-rambu yang ditetapkan oleh tim sertifikasi Dikjen Dikti.
Penyebab ketidaklulusan sertifikasi guru dalam penyusunan portopolio disebabkan kurangnya skor di komponen prestasi akademik bahkan banyak yang mendapat nol, kurangnya skornya dikomponen karya pengembangan profesi bahkan banyak yang mendapat nol. Masih banyak guru yang mendapatkan skor nol di penghargaan yang relevan dengan dunia pendidikan karena banyak guru yang memasukkan bukti fisik yang tidak relevan. Misalnya SK wali kelas, guru piket, kepanitiaan, bahkan banyak sekali guru yang tidak ikut dalam forum ilmiah, guru tidak dapat membedakan sertifikasi untuk diklat dengan piagam penghargaan yang relevan dalam dunia pendidikan. Sebagian guru yang memiliki pengalaman mengajar masih minimal sudah mengajukan portopolio misalnya kerja baru 4 – 13 tahun tapi tidak dibantu skor yang maksimal dari komponen yang lain.
Banyaknya persoalan yang terjadi dalam pengajuan portopolio oleh para guru ini maka ke depan diperlukan langkah penyempurnaan dalam pengumpulan dokumen-dokumen portopolio.
“Kelemahan guru dalam menyusun portopolio ini disebabkan ketidaktahuan para guru dokumen apa saja yang harus dikumpulkan untuk penilaian portopolio,” ungkapnya.
Ketidaktahuan para guru ini, jelas Aswandi memang diakui oleh Dinas Pendidikan karena kurangnya sosialisasi dari pihak Dinas pendidikan kepada para guru. Jarangnya Dinas pendidikan melakukan sosialisasi ini disebabkan karena tidak adanya anggaran dari pemerintah pusat untuk sosialisasi sertifikasi guru kepada para guru.
2008 ini akan ada penyempurnaan dalam persyaratan Diklat profesi guru yaitu persyaratan bahwa guru yang ikut Diklat profesi guru harus sesuai dengan keahliannya tidak seperti sekarang banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan keahliannya boleh ikut Diklat profesi guru. Bagi guru yang belum sarjana misalnya Diploma III tapi berprestasi ada kesempatan untuk ikut sertifikasi melalui pendidikan. Artinya guru yang belum sarjana tersebut akan dilatih dan didik di FKIP Untan selama 1 satu untuk mendapatkan gelar sarjana dan mendapatkan beasiswa untuk pelaksanaan program tersebut. Program ini sebenarnya sudah ada dari awal pelaksanaan sertifikasi guru, tapi sayang FKIP Untan tidak melaksanakan program tersebut karena memang tidak ada permintaan dari Dinas Pendidikan Kalbar untuk melaksanakan program tersebut.
“Untan adalah satu-satunya Perguruan Tinggi di Indonesia yang tidak melakukan program sertifikasi melalui pendidikan untuk guru yang belum S1. Hal ini karena Dinas Pendidikan tidak mengajukan peserta program tersebut,” ujarnya.
Minggu, 03 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar