Jumat, 01 Februari 2008

Forum Rektor Desak Perpres Perbatasan

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak.

Deputi Bidang Pengembangan Daerah Khusus, Aunur Rofiq Hadi, Senin (28/1) dalam acara workshop kajian status dan pemanfaatan lahan pada masyarakat kawasan perbatasan antarnegara di Rektorat Untan mengatakan, jadikan beranda depan wilayah perbatasan sebagai rencana aksi yang lebih jelas dan perhatian khusus. Pemanfaatan keuntungan komparatif dari letak geografis, budaya dan aset masyarakat perlu menjadi prioritas dan fokus pembangunan.
Pembangunan daerah perbatasan mesti mengacu pada permasalahan mendasar di daerah perbatasan seperti kesenjangan kesejahteraan antara masyarakat Indonesia dengan Serawak Malaysia, kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan, kurangnya akses masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya setempat, kurangnya infrastruktur transportasi, komunikasi dan perdagangan.
Dengan melakukan pengembangan wilayah perbatasan ini diharapkan dapat menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional, meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya setempat.
“Saat ini terdapat dua prospek bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan yaitu pusat pertumbuhan di PLB/PPLB dan sabuk ekonomi (kesejahteraan) masyarakat di sepanjang perbatasan,” katanya.
Untuk pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan ini diperlukan masterplan membangun pusat pertumbuhan dan sabuk kesejahteraan yang disepakati oleh pemda dan pemerintah. Selain masterplan diperlukan koordinasi pembangunan dilakukan oleh semua stakeholder sesuai dengan masterplan yang telah disepakati dan harus mengikutsertakan masyarakat perbatasan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Strategi yang dapat digunakan untuk percepatan pembangunan perbatasan yaitu dengan memanfaatkan keunggulan komparatif perbatasan berupa dikembangkannya kepemilikan masyarakat perbatasan berupa aset budaya dan lahan menjadi sabuk ekonomi (kesejahteraan) di sepanjang wilayah perbatasan berupa pembangunan perkebunan dan perikanan rakyat. Desa- desa di wilayah perbatasan yang jauh dan terpencil dijadikan desa mandiri dengan tingkat pelayanan publik yang baik.
“Pembangunan harus dilaksanakan lintas sektor dan lintas tingkatan pemerintahan melalui sistem perencanaan yang terpadu,” ungkapnya.
Tujuan dari pembangunan perbatasan ini, kata Aunur adalah masyarakat berpendidikan tinggi, pelayanan publik cukup baik, terjadi pertumbuhan wilayah yang target akhirnya daerah perbatasan aman dan sejahtera. Untuk membangun sabuk kesejahteraan perbatasan harus bertumpu pada kekuatan masyarakat (lahan, budaya dan SDM), melibatkan seluruh stakeholders, memanfaatkan aset masyarakat dan negara dan adanya dukungan infrastruktur yang memadai.
Pada desa-desa yang terpencil sepanjang perbatasan perlu dibangun desa mandiri. Artinya desa yang dapat berkembang secara berkelanjutan dengan potensi yang dipunyai, pembangunan desa mandiri diprioritaskan pemberdayaan masyarakat, pembangunan infrastruktur desa serta pengembangan ekonomi lokal.
“Untuk mewujudkannya, perlu adanya rencana terpadu yang menjadi acuan bagi semua stakeholder,” katanya.
Sementara itu Rektor Untan, Dr Chairil Effendi mengatakan belum adanya payung hukum secara khusus yang mengatur pembangunan kawasan perbatasan menyebabkan pembangunan di daerah perbatasan baik perbatasan darat, laut dan udara dengan negara tetangga seringkali mengalami kendala. Tidak adanya payung hukum seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau Undang-undang Khusus daerah perbatasan menyebabkan terjadinya tumpang tindih kebijakan pembangunan kawasan perbatasan antara pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten.
“Dengan adanya Perpres yang mengatur pembangunan kawasan perbatasan antarnegara ini akan lebih memudahkan pelaksanaan pengembangan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan,” ungkapnya.
“Jika ada Perpres yang mengatur maka pembangunan daerah perbatasan akan semakin jelas menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, daerah atau kabupaten terutama soal pendanaan,” katanya.
Perlunya undang-undang tersendiri baik dalam UU atau Perpres yang mengatur pembangunan daerah perbatasan ini agar pembangunan daerah perbatasan dapat dilakukan secara optimal. Belum adanya pemanfaatan secara optimal kawasan perbatasan selain disebabkan adanya keterbatasan baik fisik maupun sosial ekonomi di kawasan tersebut juga disebabkan masih kurangnya perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah. Akibatnya muncul banyak permasalahan di kawasan seperti kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan pendapatan perkapita antara masyarakat di kawasan perbatasan Kalbar yang hanya memiliki perkapita $ 500 US pertahun dengan masyarakat Serawak yang telah memiliki perkapita $ 4500 US pertahun yang mengakibatkan pada perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat seperti kesenjangan tingkat produktivitas, pendidikan dan kesehatan yang sangat mencolok.
Ketertinggalan pembangunan yang terjadi meliputi kurangnya infrastruktur wilayah terutama transportasi, komunikasi dan infrastruktur sosial seperti kesehatan dan pendidikan, kurangnya alokasi dana pembangunan kawasan perbatasan, kurangnya pos-pos keamanan lintas batas, dan belum adanya masterplan kawasan sebagai suatu entitas ekonomi. Selain itu terjadi keterisolasian kawasan meliputi sumber daya alam yang belum terkelola dengan baik menyebabkan ada kegiatan penyelundupan berbagai jenis komoditi dan TKI, terjadi pencurian kayu di wilayah Indonesia, dan menurunnya rasa nasionalisme pada masyarakat daerah perbatasan.
”Untuk mengatasi hal ini, konsep kebijakan pengembangan kawasan perbatasan yang dibuat pemerintah Kalbar harus direalisasikan dengan baik,“ katanya.
Kebijakan ini penting karena 5 dari 14 kabupaten yang ada di Kalbar memiliki wilayah administrasi kawasan perbatasan. Diperkirakan dampak dari ekonomi baik yang bersifat langsung maupun multiplier effect (dampak berlipat, red) dari kebijakan tersebut akan dirasakan di seluruh wilayah provinsi ini.
”Tapi sayangnya konsep kebijakan pengembangan kawasan perbatasan yang dibuat pemerintah Kalbar dengan memfokuskan pada tiga hal yaitu pengembangan kapasitas kawasan perbatasan, pembangunan perekonomian perbatasan dan pembangunan sosial budaya sejauh ini belum memenuhi harapan,“ ujar Chairil.
Untan, lanjut Chairil dalam konteks pembangunan kawasan perbatasan sangat memberikan perhatian besar melalui kegiatan forum rektor se Indonesia yang akan diselenggarakan Untan 16 Mei mendatang. Tujuan dari penyelenggaraan forum rektor ini untuk mendesak pemerintah agar memperhatikan daerah perbatasan. ■

Tidak ada komentar: