Keputusan MK Beban Baru Pemerintah Pada Dunia Pendidikan
Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukkan gaji guru dalam anggaran pendidikan 20 persen dari APBN adalah pemerintah punya tanggungjawab penuh pada kesejahteraan guru baik PNS maupun non PNS. Demikian tanggapan Ketua Perhimpunan Guru Untuk Reformasi Pendidikan (Pergerakan) Kalbar, Abriyandi, Sabtu (23/2) diruang kerja.
Abriyandi mengatakan secara kelembagaan, Pergerakan Kalbar akan mendorong keputusan MK agar dilaksanakan pemerintah. Karena dengan keputusan MK tersebut, berarti pemerintah harus membiayai gaji tenaga pendidik baik PNS maupun non PNS. Jadi pemerintah harus membiayai seluruh tenaga pendidik. “Tidak boleh lagi pemerintah menelantarkan guru swasta seperti honorer, ingat itu,” katanya.
Kalau selama ini, gaji guru tidak dimasukkan ke dalam komponen anggaran pendidikan itu berarti pemerintah tidak perlu terlalu serius untuk membiayai tenaga pendidik. Tapi dengan adanya keputusan MK ini ada beban besar pemerintah untuk membiayai tenaga pendidik baik PNS maupun non PNS yang memiliki hak setara. Dimasukkannya gaji guru dalam anggaran APBN berarti guru bukan lagi pegawai pendidikan seperti pegawai pada umumnya tapi sudah menjadi pegawai profesional yang harus ditingkatkan kualitas dan kesejahteraannya.
“Kita akan dorong habis-habisan keputusan MK ini. Sebab sudah jelas dengan keputusan ini guru-guru non PNS masuk dalam kebijakan ini dan mempunyai hak yang sama untuk ditingkatkan kualitas dan kesejahteraannya,” ungkapnya.
Meningkatnya kualitas dan kesejahteraan guru akan berimplikasi pada kualitas pendidikan sehingga hak anak atau masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dapat dipenuhi. Point yang terpenting kualitas dan kesejahteraan guru swasta dapat diakomodir sehingga pemerintah juga harus memikirkan nasib guru-guru swasta.
Persoalan bahwa gaji guru dimasukkan pada anggaran 20 persen, makapemerintah akan lebih mudah memenuhi anggaran pendidikan 20 persen. Yang sebelumnya baru mencapai 11 persen menjadi 18 persen bukanlah suatu hal yang substansi. Sejak dahulu, Abriyandi tidak sepakat dengan orientasi anggaran pendidikan 20 persen. Karena memang persoalannya bukan di berapa persen besar anggaran tapi tepat atau tidaknya sasaran dari anggaran pendidikan tersebut. Selama ini anggaran tiap tahun meningkat tapi program selalu sama dari tahun ke tahun atau copy paste dan persoalan pendidikan tidak pernah berubah.
”Kesimpulannya sederhana ketika input meningkat tapi autput nya tidak berubah berarti ada yang salah pada prosesnya,“ ujarnya.
Contoh anggaran 2007 mesti belum sampai 20 persen tapi sudah cukup besar ternyata perubahan tidak terjadi. Yang terjadi di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia terutama lembaga pemerintah seperti Dinas Pendidikan dan sekolah adalah uang menumpuk program tidak ada dan bingung anggaran yang besar tersebut untuk apa. Akhirnya banyak anggaran pendidikan yang menguap entah ke mana. Artinya kalau pun anggaran 20 persen tidak menjamin dapat menjawab persoalan pendidikan. Bicara peningkatan kualitas guru tapi praktiknya pelatihan 6 hari untuk meningkatkan kualitas guru dibuat jadi 3 hari.
Contoh lain peningkatan sarana prasarana seperti perehaban sekolah, baru direhab 3 bulan kemudian sudah rusak lagi.
“Yang penting saat ini dan tidak pernah ada yaitu perubahan sikap mental mulai dari pejabat tingkat atas sampai pelaksana kebawah,” paparnya.
Berbeda dengan Abriyandi, Ketua Komisi D DPRD Kalbar, Anwar menilai keputusan MK adalah langkah mundur pemerintah dalam memperhatikan dunia pendidikan. Dalam UU Sisdiknas dijelaskan bahwa anggaran pendidikan yang dicapai 20 persen APBN adalah di luar gaji guru. Jika MK memasukkan gaji guru dimasukkan dalam APBN, sama saja memudahkan pemerintah mencapai target 20 persen yang juga tertuang dalam UUD 45. Anggaran 20 persen termasuk gaji guru jika dikakulasikan berarti untuk operasional sangat kecil sekali.
”Bayangkan kalau gaji guru yang besarnya hampir 7 persen masuk dalam 20 persen APBN berarti untuk biaya operasional pendidikan hanya 13 persen. Itupun jika anggaran pendidikan 20 persen tapi kalau belum mencapai 20 persen berarti sangat kecil sekali anggaran pendidikan,“ ungkapnya. Seluruh guru baik yang tergabung dalam PGRI maupun keorganisasian guru lainnya perlu mengajukan kasasi terhadap keputusan MK. Anwar juga mengimbau seluruh DPRD kabupaten dan kota di Kalbar untuk menolak keputusan MK. Jika perlu UU Sisdiknas diamademen atau direvisi.■
Senin, 25 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar