Masalah Kesehatan di Kalbar Bak Benang Kusut
Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Carut marut permasalahan kesehatan di Kalbar menggumpal bak benang kusut. Kesan inilah yang tersirat dari wajah para peserta Seminar Kesehatan yang digelar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak, Sabtu, (2/2)di Aula Dinas Kesehatan Provinsi. Seminar tersebut dihadiri lebih dari 200 peserta dari berbagai kalangan kesehatan. Mahasiswa FIKes, semua jurusan Poltekkes, FK Untan, Kebidanan, PPNI, Puskesmas, dan lain-lain.
Acara yang menghadirkan dua pembicara Dr. H. Nursyam Ibrahim, M.Kes, yang mengupas soal kebijakan dan program kesehatan di Kalbar, dan Dr. H. Muhammad Subuh, MPPM, yang menyoroti prospek tenaga kesehatan masyarakat dimasa mendatang serta kompetensi yang harus dimilikinya.
Menurut Nursyam Ibrahim masalah kesehatan di Kalbar terutama angka kematian Ibu (AKI) masih sangat tinggi, yakni 520 kematian dari 100.000 kelahiran hidup, dibanding dengan AKI nasional yang hanya 307 kematian per 100.000 kelahirann hidup. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) mencapai 56 kematian dari 100.000 bayi. Data ini sangat logis jika melihat kondisi pedesaan di Kalbar yang masih memprihatinkan.
“Lebih dari 40 persen desa di Kalbar belum memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan,” katanya.
Ini artinya, lanjut Nursyam persalinan yang terjadi di desa banyak ditangani bukan oleh tenaga kesehatan. Jadi wajar saja kalau kemudian terjadi kematian ibu melahirkan akibat persalinan yang tidak sehat.
Selain itu, masih menurut Nursyam, HIV AIDS di Kalbar menunjukkan angka yang signifikan tinggi. Saat ini Kalbar menempati urutan ke empat jumlah penderitan HIV AIDS terbesar di Indonesia. Hal yang harus menjadi perhatian adalah telah terjadi pergeseran pola penularan. Kalau dimasa yang lalu mayoritas penderita HIV AIDS penularannya berasal dari hubungan seksual, maka saat ini 47% kontribusi penularan berasal dari pengguna jarum suntik, atau penyalahgunaan Narkoba. Masalah-masalah lain yang membebani kita adalah angka gizi buruk/kurang masih tinggi yakni 15,51%.
Perlu perjuangan yang keras untuk menurunkan angkanya sampai dibawah 10%. Jumlah penderita Hepatitis B yang belum pernah ketahuan berapa angka pastinya, karena perlu biaya sangat mahal untuk test screening (penyaringan kasus). Namun menurut data dunia penderita Hepatitis B saat ini disinyalir mencapai 400 juta orang, 32% diantaranya terdapat di Indonesia, yang berarti bisa mencapai 128 juta orang. Suatu jumlah yang sangat besar untuk sebuah angka populasi penyakit. Kalau pola ini juga berlaku untuk Kalbar, maka paling tidak 2 jutaan orang Kalbar tertular Hepatitis B.
Nursyam juga mengungkapkan, kondisi kesehatan Kalbar yang kompleksitas diperparah anggaran dana yang sangat minim. “Tahun 2007 misalnya, kita dibebani banyak persoalan, namun dana yang kita miliki hanya 19 milyar, itupun sudah termasuk gaji dan biaya operasional yang menelan biaya lebih dari 9 milyar. Sisanya baru kita gunakan untuk mengatasi seluruh masalah-masalah yang menumpuk. Dana sebesar itu, kontribusi dari APBD hanya 3,5%, sisanya masih ditopang APBN,” jelasnya.
Sementara itu, Muhammad Subuh menekankan permasalahan kesehatan yang saat ini sedang Kalbar hadapi, tidak mungkin terselesaikan tanpa ada perubahan positif dari seluruh tenaga kesehatan yang ada. Sudah saatnya tenaga kesehatan meninggalkan paradigma lama, menuju paradigma baru dunia kesehatan, yang lebih mengedepankan profesionalisme, dan memberikan perhatian yang serius pada upaya promotif dan preventif. Kalau di Rumah Sakit dan Puskesmas, hanya menangani orang yang sakit yang jumlahnya tak lebih dari 15% dari total populasi, maka upaya promotif dan preventif justru tertuju kepada 85% dari total populasi. “Dan ini memerlukan sarjana kesehatan masyarakat,” tuturnya.
Rektor UMP, Abdussamad mengatakan saat ini tidak cukup menjadi seseorang yang hanya ala kadarnya, namun dituntut untuk menjadi sarjana yang professional dan memiliki kemampuan plus. Artinya menjadi sarjana kesehatan dituntut benar-benar untuk menguasai ilmu bidang kesehatan agar sarjana-sarjana bidang kesehatan ini sudah siap turun ke masyarakat untuk membantu masyarakat menyelesaikan persoalan kesehatan. Ketua Panitia Pelaksana, Kacung Trisnadi menjelaskan seminar ini bertujuan untuk menyatukan visi dan misi praktisi kesehatan yang ada di Kalbar. Karena saat ini terhadap problematika kesehatan yang menumpuk ini, maka yang terdepan menjadi solusi masalah kesehatan adalah para praktisi kesehatan. “Bagaimana mungkin mereka akan bekerja menyelesaikan masalah kalau tidak terjalin kolaborasi yang baik,” tukasnya.□
Senin, 11 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar