Borneo Tribune, Pontianak
Kebijakan pemerintah yang terus memaksakan Ujian Akhir Nasional menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa baik tingkat SMP dan SMA sederajat masih terus mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak. Tidak hanya kalangan pelajar yang meresa begitu terbenani oleh kebijakan standar UAN yang naik menjadi 5,25 dengan penambahan tiga mata pelajaran. Kalangan guru pun merasa kebijakan UAN tidaklah tepat sebagai penentu kelulusan siswa. Tapi lebih tepat digunakan sebagai pemetaan kualitas pendidikan di suatu daerah.
Demikian ditegaskan Kepala SMP N 18 Pontianak, Edih Sutardi. S.Pd saat ditemui diruang kerjanya. Sebenarnya tidak masalah pemerintah menyelenggarakan UAN, tapi nilai standar kelulusan tidak dipatok secara nasional. Kebijakan menetapkan standar kelulusan siswa secara nasional sangat dirasakan tidak adil. Pemerintah harus mengerti kondisi pendidikan di daerah pedesaan terutama mengenai fasilitas sarana dan prasarana sekolah tidak bisa disamakan dengan di daerah perkotaan apalagi di daerah Jawa yang telah maju pendidikannya.
“Akan sangat sulit bagi sekolah di daerah terpencil dengan fasilitas belajar yang seadanya diharuskan memacu mutu pendidikan untuk mencapai standar UAN 5,25. Sebaiknya UAN hanya digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan bukan untuk penentu kelulusan,” katanya.
Edih menilai kebijakan UAN sebagai standar kelulusan siswa adalah suatu kebijakan yang terburu-buru. Standar boleh-boleh saja ditetapkan secara nasional jika seluruh pemerataan pembangunan sarana pendidikan di Indonesia sudah merata dan anggaran pendidikan mesti ditingkatkan hingga 20 %.
Dari pada harus memaksakan UAN sebagai standar kelulusan yang berdampak pada sering terjadinya kecurangan dalam proses UAN. Lebih baik UAN di gunakan sbagai pemetaan kualitas pendidikan di suatu sekolah. Dengan adanya pemetaan akan diketahui sekolah mana yang memiliki standar mutu dan sekolah mana yang belum mampu mencapai standar mutu. “Setelah diketahui, pemerintah mesti membuat kebijakan untuk memacu sekolah yang belum mencapai standar agar dapat mencapai standar,” paparnya.
Sikap kurang setuju UAN menjadi standar kelulusan juga disampaikan oleh Kepala MAN 2 Pontianak, Dra. Rasmaniah Kusuma. Meski di MAN 2 segala persiapan untuk menghadapi UAN telah dilaksanakan seperti diadakannya bimbingan belajar mata pelajaran yang di UAN kan, pengadaan try out UAN untuk siswa kelas 12 tapi Rasmaniah juga menyayangkan pemerintah yang menetapkan standar kelulusan bagi siswa. “Untuk di daerah perkotaan standar kelulusan siswa sebenarnya tidak masalah karena fasilitas pendukung untuk belajar telah lengkap tapi untuk daerah pedesaan akan sangat menjadi dilema,” katanya.
Persoalan UAN, menurut Rasmaniah memang menjadi sebuah dilema di dunia pendidikan. Kalau tidak ada standar UAN, hal ini juga akan menjadi masalah bagi peningkatan kualitas pendidikan. Karena dengan UAN siswa menjadi maksimal dalam belajar karena patokan untuk lulus cukup tinggi yaitu 5,25. “Coba kalau tidak ada standar kelulusan seperti tahun-tahun sebelumnya maka siswa tidak akan terpacu untuk giat belajar sebab nilai 2 pun masih dapat lulus,“ ujarnya.
Minggu, 16 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar