Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Cacat fisik seseorang tidak seharusnya membuat orang menjadi rendah diri. Pada hakekatnya setiap manusia pasti memiliki kekurangan disamping kelebihannya. Adakalanya seseorang terlalu mengeksploitir kelemahannya sehingga seakan-akan dunia telah kiamat bagi dirinya. Tidak nampak bahwa kelemahan tersebut adalah gabungan dari kelebihan yang dimilikinya dalam membentuk dia menjadi manusia seutuhnya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ribuan orang-orang yang sukses dan terpelajar, disimpulkan bahwa 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan kemampuan atau technical expertise hanya berperan pada 15% sisanya.Ada sebuah kata-kata bijak yang menyebutkan, "Your attitude not aptitude determine your altitude. Sikap Anda bukanlah bakat atau kecerdasan, tetapi menentukan tingkat kesuksesan Anda."
Cacat fisik dan mental tidak menghambat seseorang untuk berprestasi, tapi sikap untuk mengukir prestasilah yang menjadi penentu kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Ungkapan ini mungkin dapat untuk menggambarkan sikap siswa-siswa Sekolah Luar Biasa-B (SLB-B) yang meski sebagai penyandang tuna rungu tapi selalu mengukir prestasi cukup baik setidaknya besarnya keingan para siswa untuk terus belajar patut untuk diacungkan jempol.
Suyani, Kepala Sekolah Luar Biasa bagian tuna rungu disingkat SLB-B mengungkapkan dirinya cukup bangga dengan prestasi siswanya meski mereka sebagai penyandang cacat. Selama ini siswa SLB-B sering mewakili Kalbar untuk mengikuti Pekan Olah Raga Penyandang Cacat Nasional (POPCANAS). Siswa SLB-B Kalbar beberapa waktu lalu juara III tolak peluru, juara harapan I lomba bahasa isyarat tingkat nasional
“Untuk tingkat provinsi siswa SLB-B pernah juara I lomba modeling peragaan baju busana kreasi siswa dan melukis tahun 2007 dan juara I lomba melukis mewarnai tahun 2006,” katanya.
Selain prestasi dibidang ketrampilan, Suyani mengatakan siswa SLB-B sejak tahun 2004 selalu lulus seratus persen UAN berdasarkan kurikulum SLB. Kurikulum di SLB dari TK, SD, SMP dan SMA untuk pelajaran umumnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum pendidikan sekolah umum. Yang berbeda adalah tuntutan kurikulum yang harus dikuasai siswa. “Kalau siswa sekolah umum harus menguasai materi sebanyak 2 botol maka di SLB ini kurang dari 2 botol,” jelasnya.
Di SLB-B siswa tidak hanya diberikan pelajaran umum tapi juga diberikan pelajaran keterampilan. Persentasi dari pelajaran umum dan keterampilan ini diseimbangkan yaitu 50-50 persen.
Suyani juga menceritakan bahwa tidak terlalu sulit mengajarkan pelajaran pada siswa SLB-B. Hanya waktu siswa baru masuk untuk tingkat TK dan SD saja yang harus sedikit melalukan penyesuaian pada anak. “Karena setiap siswa yang baru masuk ke SLB masing-masing membawa bahasa isyarat dari ibunya dan di SLB inilah semua siswa diarahkan untuk menggunakan system isyarat bahasa Indonesia yang baku,” ungkapnya.
Minggu, 16 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar