Kamis, 27 Desember 2007

Harga Murah untuk Membantu Mahasiswa

Gang Sepakat II, Jalan A. Yani Pontianak terlihat sangat berbeda dibandingkan dengan gang-gang lain di Kota Pontianak. Gang ini pun sudah tidak asing lagi di telinga mahasiswa khususnya mahasiswa Untan. Sejak tahun 1982 Gang Sepakat II, RT 03, RW 11 ini mulai ramai didatangi mahasiswa. Kawasan yang berada di tengah dua Universitas besar yaitu Untan dan Universitas Muhammadiyah Pontianak saat ini semakin terlihat sangat ramai baik siang dan malam.
Ketua RT 03, gang Sepakat II, Sanusi mengatakan saat ini jumlah pendatang baru yang umumnya mahasiswa jauh melebihi penduduk asli gang tersebut. “Maklumlah gang ini berada dekat kampus sehingga mahasiswa banyak yang tinggal di sini selama kuliah,” katanya.
Sanusi menceritakan awal mula kawasan ini menjadi ramai oleh mahasiswa karena pada tahun 1982 yang lalu, ada seorang warga di sini mencoba membuka kos-kosan untuk mahasiswa yang berasal dari daerah. Hasilnya karena memang kawasan ini sangat strategis maka banyak mahasiswa yang mengambil kost-kostan yang ditawarkan. Lama-kelamaan setelah melihat seorang warga memperoleh pendapatan yang lumayan besar dari hasil membuat kost-kostan, akhirnya warga lain pun berbondong-bondong ikut mendirikan kost-kostan dan warung makan.
“Kedatangan mahasiswa untuk kost akhirnya membawa keuntungan bagi warga asli di sini. Sekarang kost-kostan dan warung makan menjadi sumber pendapatan utama warga di gang ini. Entah ada berapa banyak jumlah kost dan warung makan yang ada di sini. Bahkan saya sudah tidak lagi banyak mengenal warga pendatang yang kebanyakan mahasiswa,” ujarnya.
Meskipun warganya semakin bertambah banyak dan umumnya pendatang yang sifatnya sementara, tapi bagi Sanusi hal ini tidak menjadi permasalahan. Karena selama ini tidak pernah terjadi konflik atau permasalahan yang serius antara penduduk asli dengan pendatang. Bagi Sanusi siapa pun bisa tinggal di wilayah RT nya yang penting orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sanusi juga mengungkapkan pada umumnya kost-kostan di gang Sepakat II cukup murah berkisar antara Rp1 juta – Rp1,5 juta per tahun dengan uang listrik dan air mahasiswa yang bayar sendiri.
Didin (35), salah seorang penjual yang membuka warung makannya di depan Rusunawa mengatakan ia tertarik berjualan di Sepakat II karena gang ini sangat ramai oleh mahasiswa berasal dari daerah yang umumnya kos-kosan dan mahasiswa umumnya jarang masak sendiri. “Mahasiswa yang sibuk kuliah dan melakukan aktivitas lainnya pada umumnya tidak sempat memasak sendiri sehingga mahasiswa rata-rata membeli makanan yang telah dimasak,” ungkapnya.
Dari usahanya membuka warung makan, Didin setiap harinya dapat meraup keuntungan bersih sekitar Rp200.000. Karena yang membeli mahasiswa, harga makanan di Sepakat II ini umumnya murah, harga nasi, ikan dan sayur hanya Rp3.000. Sedangkan nasi, ayam dan sayur harganya Rp5 ribu.
“Kita tidak bisa menjual makanan terlalu mahal karena mahasiswa kadang menawar harga dan jika tidak bisa ditawar mahasiswa tidak jadi beli. Ya biarlah agak murah, nggak apa-apa untung sedikit yang penting habis dan senang bisa bantu mahasiswa. Kita sangat paham kondisi keuangan mahasiswa yang berasal dari daerah,” katanya.
Didin mengakui tidak jarang juga mahasiswa kalau akhir bulan biasa utang dulu baru awal bulan mereka bayar. Dan adanya yang sifatnya catering, bayarnya bulanan atau mingguan. Karena tidak dapat menjual makanan lebih mahal, para pedagang di Sepakat II ini umumnya mencari langganan sebagai pemasok bahan-bahan mentah seperti sayur dan lauk-pauk sehingga mendapat diskon.
“Kalau harga barang-barang seperti minyak, lauk dan sembako lainnya naik, kadang kita agak sedikit sulit karena walaupun sembako naik kita tidak dapat menaikkan harga makanan,” ungkapnya.
Sutrisno, mahasiswa yang kost di Sepakat II Blok O mengatakan ngekos di Sepakat ini enak karena di sini baik penjual makanan, rental computer, warnet, tempat foto copy, wartel, conter HP semua ada. “Jadi kalau perlu ini dan itu tidak perlu jauh-jauh semua tersedia di gang ini dan harganya murah,” ujarnya.□

Penyaluran Beasiswa Untan Tidak Dibenarkan Ada Pemotongan

Tantra Nur Andi.
Borneo Tribune, Pontianak
Pembantu Rektor III Untan, Dr. Eddy Suratman, SE.MA kembali menegaskan bahwa tidak ada aturan yang membenarkan adanya pemotongan dalam penyaluran beasiswa di Untan apapun alasannya. Demikian disampaikan Eddy dalam acara Dialog Membedah Permasalahan Beasiswa di Untan, Rabu (12/12) di gedung Rektorat Lantai III Untan. “Apapun bentuknya dan berapapun jumlahnya tidak ada aturan yang membenarkan beasiswa mahasiswa dipotong,”katanya.
Eddy mengatakan forum dialog yang dilaksanakan LPM Untan ini sangat bermanfaat untuk menjadi masukan bagi dirinya agar kedepan penyaluran beasiswa bisa menjadi lebih baik tapi Eddy sangat menyayangkan acara dialong ini tidak dihadiri oleh PD III fakultas- fakultas di Untan. Hanya PD III dari fakultas Pertanian yang hadir. “Mestinya PD III tiap fakultas bisa hadir bersama di acara dialog ini. Kalau pun PD III tidak bisa hadir, sebenarnya PD III dapat mengutus kasubag kemahasiswaan fakultas untuk hadir,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan persoalan pemotongan beasiswa yang terjadi di beberapa fakultas, lanjut Eddy pihaknya akan mengambil langkah-langkah konkret seperti memperbaiki proses sosialisasi, memperketat seleksi dan membenahi manajemen penyaluran beasiswa di Untan. “Saya menghimbau PD III seluruh fakultas untuk melakukan perbaikan manajemen penyaluran beasiswa agar ada rasa keadilan bagi mahasiswa. Jangan sampai penyaluran beasiswa salah sasaran,” himbaunya.
Ada beberapa kriteria yang menjadi patokan dalam penyaluran beasiswa diantaranya ada beasiswa yang berdasarkan kompetensi Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), beasiswa untuk peningkatan ekstra kurikuler dan beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu. Eddy juga akan melakukan pengawasan apakah beasiswa yang di berikan digunakan sesuai dengan aturan atau tidak seperti beasiswa tidak boleh digunakan untuk berhura-hura tapi tujuan dari penyaluran beasiswa untuk membantu mahasiswa dalam meningkatkan prestasinya. “Kita akan lihat apakah mahasiswa yang diberi beasiswa ada tidak peningkatan indeks prestasinya, bagaimana keatifan dalam organisasi meningkat atau tidak. Jika semuanya tidak ada perubahan berarti pemberian beasiswa pada mahasiswa tersebut merupakan hal yang sia-sia,” ungkapnya.
Menindaklanjuti adanya keluhan dari mahasiswa bahwa di beberapa fakultas penyaluran beasiswa ada pemotongan yang dilakukan oleh bagian kemahasiswaan. Eddy akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. Temuan- temuan awal adanya pemotongan beasiswa yang dilakukan dibeberapa fakultas akan dikumpulkan. “Setelah didapat bukti-bukti konkret kita akan mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan ini,” katanya.
Ireng Maulana, S.Pd, Aktivis Gemawan yang juga menjadi pembicara dalam dialog membedah permasalahan beasiswa di Untan mengatakan harusnya penyampaian informasi beasiswa harus memenuhi rasa keadilan bagi seluruh mahasiswa. Informasi jangan terkesan seolah-olah tertutup dan dirasakan selalu terhambat untuk diketahui.
“Tapi yang terjadi mahasiswa dipanggil langsung pihak kemahasiswaan karena mahasiswa yang bersangkutan dikenal dan diketahui aktif di organisasi kampus atau dihubungi dan diinformasikan secara individu oleh pihak prodi dengan alasan sudah mengenal mahasiswa tersebut,” katanya.
Seleksi penerimaan beasiswa mesti ditangani oleh tim seleksi yang dibentuk pihak kampus dengan kualifikasi yang proposional sesuai dengan latar belakang beasiswa yang akan diberikan. Seleksi penerimaan beasiswa mestinya ada kompetensi yang jelas, adil dan bebas hubungan sehingga penyaluran beasiswa menjadi tepat sasaran “Seleksi selama ini faktanya mahasiswa dipanggil langsung, proses wawancara ringan yang hanya bertanya tentang kesediaan menerima beasiswa, tidak ada pemeriksaan yang cermat kelengkapan administrasi seperti surat keterangan miskin,” paparnya.
Masalah distibusi dan alokasi beasiswa, lanjut Ireng calon penerima beasiswa sebaiknya mengetahui dari mana sumber dana beasiswa berasal, mengetahui tentang bentuk beasiswa yang akan diberikan, berapa jumlahnya serta jangka waktu pemberiannya. Kalau ada pemotongan sebaiknya ada peraturan legal formal dari fakultas yang dapat diperlihatkan kepada penerima beasiswa ketika akan memberlakukan pemotongan beasiswa. Pemotongan berupa sumbangan, iuran maupun maupun denda harus ada laporan pertanggungjawaban terhadap alokasi dan penggunaan uang hasil dari pemotongan beasiswa.
“Fakta dilapangan terjadi pemotongan berupa sumbangan sukarela ada yang diperuntukkan untuk pembangunan masjid atau untuk mendukung perpustakaan fakultas atau kontribusi untuk taman fakultas yang besarnya dari Rp 5.000 sampai Rp 50.00. terdapat juga pemotongan karena ada syarat kerja bakti di kampus sebelum menerima beasiswa, apabila tidak melakukan kerja bakti kampus didenda Rp 50.000 bagi penerima beasiswa, tidak ada peraturan kampus atau surat keputusan dari kampus yang dapat diperlihatkan ketika memberitahukan adanya pungutan dalam bentuk sumbangan sukarela bagi mahasiswa yang menerima beasiswa,” jelas Ireng.
Selain sosialisasi dan seleksi penerimaan beasiswa yang tidak sesuai dengan aturan, Ireng memandang belum ada pemahaman yang terencana untuk melihat indicator yang telah dicapai setelah mahasiswa mendapat beasiswa sehingga lemahnya mekanisme reward and punishment. Sebaiknya diselenggarakan pertemuan terbuka untuk melakukan evaluasi antara pihak akademik sebagai pengelola beasiswa bersama-sama mahasiswa, pertemuan yang membicarakan perkembangan dan kemanfaatan yang telah dicapai setelah menerima beasiswa.
“Selama ini juga belum ada laporan keuangan mengenai keadaan beasiswa yang telah diselenggarakan dalam satu taun, baik dalm bentuk laporan 6 bulanan maupun tahunan, mahasiswa belum pernah melihat pengumuman yang berisikan laporan keuangan penyelenggaraan beasiswa. Belum pernah ada laporan kinerja tentang penyelenggaraan beasiswa yang dilakukan,” ungkap Ireng.
Ketua BEM Untan, Galih Usmawan meminta pihak fakultas agar memberikan transparansi dan sosialisasi beasiswa kepada mahasiswa tujuannya untuk menghindari jangan sampai mahasiswa yang tidak berhak mendapatkan beasiswa justru mendapatkan beasiswa. “Sering kali saya melihat mahasiswa yang kaya justru mendapat beasiswa BBM yang seharusnya diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak mampu,” katanya.
Ketua BEM FKIP Untan, Hadidi menyarankan penyaluran beasiswa mestinya melibatkan BEM, HIMA dan UKM ditingkat mahasiswa. “Mestinya BEM, HIMA dan UKM mahasiswa dilibatkan dalam proses seleksi beasiswa karena BEM, HIMA dan UKM yang lebih tahu siapa yang berhak menerima beasiswa,” ujarnya.
Ditemui usai acara, Ketua Umum LPM Untan mengungkapkan kekecewaannya karena pihak PD III tiap fakultas tidak menghadiri acara ini padahal semua PD III telah di undang untuk hadir. “Sebenarnya jika semua PD III tiap fakultas dapat hadir maka persoalan beasiswa akan dapat didialogkan hingga selesai. Ketidakhadiran PD III menjadi pertanyaan tersendiri bagi kami, apakah PD III tiap fakultas tidak menganggap penting persoalan beasiswa ini?,” tanyanya.

Pertumbuhan Ekonomi Kalbar Triwulan III/2007 Sebesar 5,58 Persen

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Perekonomian Kalbar triwulan III/2007 meningkat 5,75 persen dibanding triwulan III/2006, diatas pertumbuhan triwulan II/2007 yang mencapai 5,54 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan triwulan II/2007 mengalami peningkatan 2,21 persen. Untuk pertumbuhan ekonomi triwulan III/2007, perekonomian Kalbar tumbuh 5,58 persen.
Demikian disampaikan Drs. Nyoto widodo, ME, Kepala BPS Provinsi Kalbar dalam acara Desiminasi Kajian Ekonomi Regional triwulan III 2007 di Kantor BI, Senin (3/12).
Nyoto mengatakan sektor ekonomi Kalbar pada triwulan III/2007 yang mengalami pertumbuhan relatif tinggi adalah pertambangan dan penggalian 17,63 persen, sektor jasa 14,68 persen, angkutan dan komunikasi 6,72 persen. “Untuk sektor industri Kalbar mengalami perlambatan pertumbuhan 2,37 persen,” ujarnya.
Perekonomian Kalbar saat ini masih didominasi sektor pertanian yaitu 25,52 persen. Sektor lain yang memberikan kontribusi tinggi pada sektor perdagangan, restoran, hotel 22,95 persen dan sektor industri mencapai 18,59 persen. “Sektor pertanian Kalbar paling besar dalam menyerap tenaga kerja yaitu 60 persen tenaga kerja,” ungkapnya.
Nyoto menjelaskan menurut penggunaannya, PDRB Kalbar pada triwulan III/2007 sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga 51,91 persen, ekspor impor 30,64 persen, dan pembentukan modal bruto 24,71 persen. Komsumsi pemerintah merupakan komponen penggunaan yang mengalami pertumbuhan relatif tinggi yaitu 27,05 persen. Sedangkan yang terendah adalah impor 0,36 persen.
Berdasarkan tahun ke tahun (year to year) sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan tertinggi 19,53 persen. Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi ada disektor jasa-jasa 12,06 persen, sektor angkutan dan komunikasi 6,38 persen.
“Sektor industri mengalami pertumbuhan terendah jika berdasarkan pada year to yea, yaitu 3,12 persen. Industri karet dan industri pengolahan kelapa yang sangat memberikan andil di sektor industri,” jelas Nyoto.
Sektor pertanian tumbuh 5,84 persen, berdasarkan sub sektornya, hanya sub sektor kehutanan mengalami penurunan 1,70 persen. Penurunan disebabkan nilai ekspor kayu selama januari samapi agustus menurun dari 153,67 juta US $tahun 2006 menurun menjadi 138,62 juta US $ tahun 2007.
Sub sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah tanaman bahan makanan yang tumbuh 7,48 persen dan perikanan tumbuh 7,47 persen. “Tanaman bahan makanan tumbuh didukung oleh peningkatan produksi padi dan jagung,” katanya.
Ketua BPS Provinsi Kalbar juga menjelaskan pembentukan PDRB penggunaan triwulan III/2007 masih didominasi komponen konsumsi rumah tangga, ekspor dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Peranan komponen konsumsi rumah tangga mencapai 51,19 persen terhadap total PDRB atau memberikan nilai tambah Rp 5,44 triliun.
Jika dihitung dengan mengacu pada pertumbuhan ekonomi sektoral yang ditimbang dengan kontribusi sektoral tahun sebelumnya, sampai triwulan III/2006 sumber pertumbuhan ekonomi Kalbar berasal dari sektor pertanian 1,51 persen, perdagangan 1,04 persen, triwulan III/2007 pertumbuhan sektor jasa-jasa 1,50 persen, pertanian 1,22 persen serta sektor perdagangan, restoran dan hotel 1,05 persen.

Sukses Jadi Pemulung Dapat Menunaikan Ibadah Haji

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Siapa yang menyangka, seorang perantau yang bekerja sebagai pemulung dapat menunaikan Ibadah haji hanya dari hasil mengumpulkan barang bekas dengan tidak membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menabung agar bisa menunaikan ibadah haji.
Rofi A. Adawiyah (25), anak dari H. Holil, seorang pengumpul barang bekas Sumber Rezeki di jalan Prof. M. Yamin menceritakan kehidupan keluarganya yang berprofesi sebagai pemulung yang sukses. Kisah kehidupan keluarga Rofi sebagai pengumpul barang bekas ini berawal dari tahun 1997 ketika Rofi, ayah, ibu dan abangnya merantau dari Gresik, Jawa Timur ke Pontianak, Kalbar. Waktu pertama kali menginjakkan kakinya di Kalbar, H. Holil mencoba menjadi pemulung lantaran tidak ada kerjaan lain sedang kebutuhan hidup keluarga harus di penuhi. Barang-barang bekas hasil memulung di kumpulkan dirumahnya, setelah banyak barang bekas seperti seng, plastik, besi tua, aluminium, botol-botol tersebut dijual ke Hamin, seorang agen pengumpul barang bekas di Siantan.
Rofi mengakui hasil penjualan barang bekas yang dikumpulkan ayahnya lumayan besar cukup untuk hidup keluarganya. Selain dijual barang bekas berupa pelak sepada dan besi lainnya oleh ayahnya dibuat menjadi gerobak. “Ayah sangat ulet sehingga pelak-pelak sepada dikumpulkan dan di jadikan sebuah gerobak untuk mencari barang bekas,” katanya.
Dari satu gerobak inilah H. Holil terus mengembangkan usaha mengumpulkan barang bekasnya. Ia menyuruh anak-anak sekolah di sekitarnya yang ingin bekerja untuk memulung. Ada tiga orang anak SD yang bersedia memulung setelah pulang sekolah. Setelah anak – anak SD itu mendapat barang-barang bekas lalu oleh Holil di timbang. “Lumayan dari hasil timbangan anak-anak SD tersebut memperoleh uang Rp 10.000. Dan tak disangka tahun 1999 rezeki besar datang dari usahanya ini. Holil membeli plastik bekas dari pemulung-pemulung kemudian dikumpulkan hingga bertruk-truk. Plastik tersebut di beli seharga Rp 600/kg dan setahun kemudian dijual laku Rp 1400/kg. Holil berhasil menjual empat truk plastik bekas. “Alhamdulillah dari hasil penjualan plastik ini ayah saya dapat naik haji,” ujarnya bersyukur.
Rofi mengungkapkan usaha ayahnya sebagai pemulung ini mulai sukses sejak kelahiran anak pertama Rofi dengan Haryanto, (Suami Rofi-red) yang bernama Andry. Dari tahun ke tahun usaha ayah Rofi semakin mengalami kemajuan. Berawal dari satu gerobak sekarang Holil telah memiliki 70 gerobak dengan 70 orang anak buahnya sebagai pemulung. Anak-anak buah Holil ini umumnya juga berasal dari Jawa yang merantau di Kalbar. Untuk penginapan anak buahnya, Holil membuat sebuah mess disekitar tempat tinggalnya jalan Prof M. Yamin. Selain memiliki anak buahnya 70 orang sebagai pemulung, Holil juga memiliki 11 orang karyawan yang bertugas membereskan barang-barang bekas yang sudah di dapat dari para pemulung. “Untuk para karyawan, bapak menggaji mereka Rp 40.000 sehari dan ditanggung makan 2 kali sehari. Sedangkan untuk para pemulung bayarannya sesuai dengan seberapa yang di dapat pemulung tersebut. barang-barang bekas ini kalau sudah mencapai satu sampai dua container langsung dijual ke Jakarta,” katanya.
Saat ini dari hasil usahanya Holil dapat mengantongi keuntungan bersih sekitar Rp 15 sampai Rp 20 juta perbulan. Alhasil dari hasil jerih payahnya sekarang Holil telah memiliki 2 truk pengangkut barang bekas, 1 mobil pribadi, rumah, tanah, 3 motor.
“Usaha mengumpulkan barang bekas lebih praktis dari pada berjualan makanan karena berjualan makanan disamping repot juga makanan mudah basi,” paparnya.

Peran Perempuan Bukan Hanya Di Dapur

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Masih adanya pendapat masyarakat Indonesia terutama budaya timur yang sering kali beranggapan bahwa peran dan tugas perempuan hanyalah didapur, menyurus anak, memasak dan mengurus rumah haruslah segera ditinggalkan. Demikian diungkapkan Vita, mahasiswi FKIP Program Studi Biologi angkatan 2003. Vita mengatakan peran perempuan tidak hanya di dalam rumah tangga tapi punya peran yang lebih besar yaitu peran sosial. Peran di dalam rumah tangga dan peran dalam sosial masyarakat ini harus dijalankan dengan seimbang. Perempuan tidak akan berarti apa-apa jika kewajiban-kewajibannya terhadap rumah tangga dan anggota masyarakat tidak ditunaikan.
“Perempuan jika dapat dijalankan dengan baik akan menjadi faktor asas dalam
melahirkan keluarga yang bahagia. Keluarga bahagia ialah keluarga yang ahlinya shalat, hidup dalam suasana gembira, bersikap saling hormat menghormati serta terpelihara dari segala perkara negatif dalam aspek kehidupan,” ujarnya.
Pembentukan keluarga bahagia memerlukan penyertaan dan kerjasama semua ahli rumah. Bagaimanapun peranan yang bertindak sebagai isteri dan ibu adalah paling penting. Tanpa mereka, perkembangan keluarga terutama anak akan terhenti, keindahan hidup tidak akan dirasai, segala-galanya akan menjadi pincang.
“Perempuan atau seorang ibu haruslah cerdas agar mampu memberikan pendidikan pada anak. Karena anak kelak menjadi tulang punggung negara,” katanya.
Meskipun perempuan lebih berperan didalam urusan rumah tangga, menurut Vita perempuan harus dapat memberikan peran dilingkungan sosialnya. Baik lingkungan RT, RW dan lebih bagus perempuan dapat berkarier atau menjalankan usaha sampingan. Hal ini bertujuan agar wanita tidak terlalu bergantung pada suami. Seorong perempuan harus menghindari ketergantuang pada suami. Supaya jika sewaktu-waktu perempuan harus menggantikan peran laki-laki sebagai pencari nafkah bagi keluarga maka perempuan harus siap.
“Sebenarnya peran dan kewajiban perempuan tergantung pada kesadaran suami bagaimana dalam membagi peran dengan istri. Ada laki-laki yang tidak menghendaki istrinya bekerja diluar rumah. Tapi ada juga laki-laki yang memberikan kebebasan pada istrinya,” papar Vita.
Pendapat yang sama tentang seharusnya peran perempuan juga diungkapkan Istriyah, mahasiswi fakultas Ekonomi Jurusan Studi Pembangunan. Istriyah mengatakan memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya adalah kebaktian yang besar seorang perempuan terhadap agama, nusa dan bangsa. Sebaliknya mensia-siakan pendidikan dan pemeliharaan anak, berarti mereka telah merusak negara. Karena kerusakan batin manusia itulah yang menjadi pokok pangkal kerusakan negara.
Jadi peran paling utama perempuan adalah seorang ibu. Dalam ajaran Islam, lanjut Istriyah semua kerja yang dilakukan demi keperluan umat termasuk di dalam makna perjuangan fisabilillah. Namun apa yang menimbulkan masalah ialah sikap perempuan yang bekerja untuk bebas lepas dari pada nilai-nilai rohani, atau bersikap ingin maju setanding dengan lelaki dalam segenap segi. Sikap seperti haruslah dihindari karena perempuan harus mengutamakan pendidikan anaknya. pengaruh ibu dalam mendidik anak-anak jauh lebih besar dibanding dengan peranan guru di sekolah. Cinta dan
kasih seorang ibu kepada anaknya dengan hati yang suci murni inilah yang melandasi ibu dalam mendidik anaknya. “Kebahagiaan hidup hanya dapat dinikmati apabila manusia dapat memenuhi berbagai keperluan seperti keperluan materiall, mental, emosi, sosial dan rohani. Dalam kehidupan berkeluarga, isteri yang baik, iaitu yang tahu dan melaksanakan tugas dan peranannya yang baik adalah merupakan unsur penting kearah mencapai kebahagiaan hidup,”katanya.
Nonik, mahasiswi fakultas Hukum punya pendapat yang berbeda tentang peran perempuan. Mahasiswi semester 5 ini berpendapat harus ada keseimbangan pemberdayaan antara perempuan dan laki-laki. Untuk menjaga keseimbangan baik dalam keluarga, masyarakat, ataupun dunia, banyak hal yang bisa dilakukan laki-laki maupun wanita. Sebelum melakukan pemberdayaan atas gender yang lain, tentu saja masing-masing harus sadar potensi diri masing-masing. Karunia biologis dan psikologis masing-masing. Setelah itu masing-masing perlu mengerti karunia biologis dan psikologis lain gender. “Awal mula keseimbangan adalah pengertian atas hal-hal yang mau diseimbangkan. Karena dua hal inilah yang sangat-sangat berbeda dari seorang perempuan dan laki-laki,” katanya.
Untuk membicarakan peran laki-laki atas pemberdayaan wanita. Pertama laki-laki sangat berperan untuk mengerti dan memahami wanita, apa keinginannya? apa kebutuhannya?, kemudian laki-laki bisa memberikan kesempatan agar wanita punya akses terhadap apa yang dibutuhkannya.
Peran ini bisa diaplikasikan dalam keluarga. Keseimbangan sebuah keluarga akan terbangun jika antara suami istri saling berbagi, sharing apa yang menjadi kebutuhan masing-masing?. Membangun komunikasi dan akhirnya menyediakan jalan agar masing-masing dapat mengembangkan dirinya.
Di masyarakat, laki-laki yang telah terlebih dahulu mendominasi masyarakat, dapat mendorong regulasi-regulasi yang dapat memberikan kesempatan bagi wanita, perlindungan terhadap ancaman kekerasan (pelecehan seksual) dan memberikan akses yang lebih luas kepada wanita untuk berperan di tataran sosial seperti pemerintahan, politik, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan potensi yang ada pada wanita dan peran yang cocok dengan potensi tersebut. “Jadi perempuan tidak hanya berperan dalam rumah tangga dan urusan rumah tangga seperti mendidik anak bukan hanya kerjaan perempuan tapi juga merupakan kewajiban laki-laki,” tegasnya.

Rabu, 26 Desember 2007

Sambut Tahun Baru, KDA Lakukan Refleksi Akhir Tahun Gerakan Mahasiswa

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Sepanjang tahun 2007 banyak kasus-kasus seperti korupsi, illegal logging, tingkat kemiskinan yang semakin tinggi, angka buta huruf yang masih besar, bertambahnya jumlah anak-anak yang putus sekolah. Belum lagi adanya kasus gizi buruk, jumlah pengemis dan anak-anak jalanan dan pengangguran yang terus bertambah. Semua itu menjadi abstraksi sosial yang nyata di Kalbar.
Keadaan ini sebenarnya membutuhkan adanya advokasi dari elemen gerakan mahasiswa.
Tapi sayang akhir-akhir ini gerakan mahasiswa di Kalbar dirasakan vakum dalam memberikan advokasi bagi masyarakat. Demikian diungkapkan Koordinator Kelompok Diskusi Alternatif (KDA), Andi kepada Borneo Tribune, Rabu (26/12).
Menurutnya dinamisasi merupakan syarat utama ketika mahasiswa menuntut kembali peran politiknya dalam interaksi politik nasional maupun daerah. Dan sangat terlihat bahwa gerakan mahasiswa di Kalbar sedang mengalami titik jenuh akibat situasi depolitisasi kampus yang terus terjadi. Kehidupan kampus seakan menjadi sebuah penjara bagi gerakan mahasiswa karena adanya kebijakan-kebijakan kampus yang mengharuskan mahasiswa hanya berkutat dengan perkuliahan dan adanya kebijakan mempercepat masa studi membuat sebagian mahasiswa memilih untuk lebih berorientasi pada penyelesaian masa studi dari pada harus aktif di berbagai gerakan mahasiswa.
”Belum lagi pengaruh budaya entertainment dan sikap apatis mahasiswa pada persoalan politik dan social masyarakat membuat beberapa gerakan mahasiswa mulai kehilangan basisnya di kampus. Proses kaderisasi dari gerakan mahasiswa mengalami berbagai hambatan. Sehingga beberapa gerakan mahasiswa semakin kehilangan kader penerus perjuangan organisasinya,” katanya.
Diungkapkannya bahwa birokrat kampus bersama para dosen telah menciptakan kehidupan kampus yang mengekang mahasiswa untuk aktif dalam gerakan dengan dalih mahasiswa harus lebih mengutamakan kegiatan akademisnya. Bahkan kemudian disebarnya stigma bahwa mahasiswa yang aktif di organisasi gerakan mahasiswa mengakibatkan mahasiswa tersebut menjadi mahasiswa abadi dan mahasiswa yang lama menyelesaikan studinya adalah mahasiswa yang kurang cerdas dan malas kuliah.
Dengan stigma ini muncullah anggapan mahasiswa yang cume laud adalah mahasiswa yang patut dibanggakan karena dianggap berprestasi. Tapi kenyataan dilapangan justru mahasiswa yang lulus dengan predikat cume laud tidak dapat berbuat banyak bagi masyarakat. Bahkan sebagian besar mahasiswa yang cume laud masing mengharapkan bisa menjadi pegawai negeri. Ini merupakan fakta bahwa mahasiswa yang berpredikat cume laud justru tidak dapat mengaktualisasikan ilmu yang ia dapatkan semasa berada dibangku kuliah ketika berada di masyarakat.
“Sebenarnya dibangunnya stigma ini adalah akal-akalan birokrasi kampus yang bekolusi dengan para penguasa yang secara halus memberlakukan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), dengan penempatan rektor sebagai penguasa tunggal di kampus, dan berbagai bentuk campur tangan korporatis yang tak hentinya memerintahkan mahasiswa untuk menjadikan kampus sebagai tempat belajar. Sendi-sendi politik mahasiswa dipatahkan dengan tesis pendidikan sebagai pemenuhan teknostruktur pembangunan,” ujarnya.
Andi melihat ada beberapa kelemahan yang terjadi pada gerakan mahasiswa akhir-akhir ini dalam mengawal proses demokrasi dan memberikan advokasi pada rakyat. Pertama, lemahnya kaderisasi. Organisasi gerakan mahasiswa dan kelompok studi yang menggelar demokrasi jalanan dimotori oleh orang yang itu-itu juga. Kedua, ketiadaan basis massa. Situasi massa memang tidak mendukung, proyek depolitisasi berhasil, tindakan represif mengancam setiap gerakan mahasiswa yang membawa isu-isu substansial. Ketiga, disakumulasi kekuatan mahasiswa. Menyadari pereduksian politik yang berakibat posisi mahasiswa berada di jalur peripheral, pinggiran, mestinya kekuatan-kekuatan sporadis mahasiswa melakukan akumulasi, saling bergandeng tangan. Tetapi yang terjadi adalah saling menuduh dan saling menghakimi antara gerakan mahasiswa. Bahkan sesama gerakan demokrasi jalanan pun terjadi klaim-mengklaim tentang sebuah move. Ada semacam arogansi, sayangnya arogansi ini lahir dari kaum pinggiran yang makin dimarjinalisasi sehingga kekuatan gerakan mahasiswa saat ini mengalami disakumulasi kekuatan, power disaccumulation. Bisa dibayangkan jika sebuah kelompok marjinal yang makin marjinal, ingin “menggoyang” center yang makin menguat. Hasilnya adalah kegagalan.Andi juga menjelaskan pesimisme terbangunnya suatu kekuatan baru mahasiswa memang ada. Pertama, aksi-aksi mahasiswa sekarang hanya merupakan bentuk gagah-gagahan dan “menapaktilas” angkatan terdahulu. Kedua, aksi mahasiswa sekarang kurang dibekali landasan konsepsional yang matang serta peta politik, ekonomi, yang akurat. Hal ini merupakan dampak dari suasana kehidupan yang mengisolasikan mahasiswa dari politik dan persoalan kemasyarakatan. Ketiga, aksi-aksi lebih banyak mengandalkan liputan media massa ketimbang berdiri otonom. Keempat, aksi-aksi bersifat sporadis, temporer dan reaktif, tidak membangun isu dari bawah. Sementara isu yang dimunculkan juga bersifat sesaat tidak perubahan mendasar. Kelima proyek depolitisasi kampus masih diterapkan. Kebanyakan mahasiswa menjadi asing terhadap persoalan-persoalan bangsanya sendiri. Keenam, gerakan mahasiswa sendiri terpecah belah dalam banyak faksi mewakili kepentingan yang bervariasi dengan strategi gerakan yang juga beragam.
Ketujuh, ormas kepemudaan dan ormas kemahasiswaan kurang berperan dan semakin tidak kritis terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Sehingga, kehadiran aksi-aksi sulit diharapkan menjadi pressure group bagi pemerintah.
“Adanya kondisi mati surinya gerakan mahasiswa inilah Kelompok Diskusi Alternatif akan melakukan refleksi akhir tahun gerakan mahasiswa di Kalbar pada 28 Desember 2007. Kegiatan ini akan dilangsungkan di sekretariat KDA jalan Irian no 35 pada pukul 19.30. Kita akan mengundang 2 tokoh mantan aktivis gerakan mahasiswa 98 di Kalbar dan seorang akademisi lulusan pasca sarjana di Jepang. Kita berharap seluruh gerakan mahasiswa di Kalbar dapat menghadiri acara tersebut karena diskusi ini terbuka untuk semua elemen gerakan mahasiswa,” ungkapnya.
Tujuan dari refleksi ini, kata Andi untuk merefleksi sejauh mana gerakan yang telah dibangun mahasiswa Kalbar dan melihat bagaimana dampaknya bagi perkembangan perpolitikan di Kalbar. Dan berupaya menyusun strategi baru yang akan digunakan dalam membangun gerakan mahasiswa di Kalbar di tahun 2008.
Hasan, anggota KDA mengatakan bahwa refleksi gerakan mahasiswa menjadi sebuah momentum konsolidasi dan silahturahmi antar gerakan mahasiswa agar kedepannya seluruh elemen gerakan mahasiswa di Kalbar dapat menyatukan langkah gerakannya. Ini sangat penting dilakukan karena gerakan mahasiswa sekarang belum menjadi agent of social change, sebaliknya menjadi gerakan peripherial, pinggiran. Agenda yang diperlukan adalah penyatuan kelompok-kelompok pinggiran mahasiswa dalam suatu konsolidasi secara menyeluruh. Hal ini dibutuhkan untuk pengembalian posisi tawar yang menyurut. Dalam posisi tawar yang lemah, agenda gerakan mahasiswa mesti memilih misi transformatif atau misi korektif. Misi transformatif menekankan pada gerakan penyadaran social politik dan penularan gagasan-gagasan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Sedangkan misi korektif menitik beratkan pada koreksi berbagai kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat banyak. Diangkatnya isu-isu lokal populis dengan harapan dapat menjadi isu nasional nampaknya masih bisa diandalkan. Pilihan isu-isu mikro memang sesuai dengan kondisi gerakan mahasiswa yang lemah.
“Dalam tahap ini diharapkan terjadi konsolidasi secara bertahap untuk mengembalikan nafas gerakan mahasiswa yang telah surut akibat depolitisasi kampus,” katanya.
Dikatakannya untuk merajut jaringan gerakan mahasiswa yang sedikit terpisah dibutuhkan beberapa prinsip. Pertama, perlunya semangat dialog tanpa apriori antar kelompok mahasiswa. Melalui dialog tanpa apriori dapat diketahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak serta menghindari perasaan curiga atau rasa permusuhan akibat berbedanya pendekatan gerakan. Kedua, kedewasaan berpolitik antar aktivis yang berbeda ideologi dan pendekatan gerakan. Ketiga, konsolidasi berjalan bertahap dan berkesinambungan melalui isu-isu tertentu dengan target “jangka panjang,” sehingga terhindar situasi gerakan yang prematur. Belakangan ini aksi gerakan mahasiswa mulai dipertanyakan orang, mulai dari kemurnian gerakan sampai kepada intelektual gerakan. Apresiasi masyarakat pun kian menurun menyusul aksi-aksi yang dipandang cenderung anarkis, emosional dan terkesan kurang intelek. Masyarakat tentu prihatin melihat mahasiswa yang tak bisa menahan diri dengan melakukan perusakan fasilitas umum saat melakukan aksi. Dan tentunya sulit bagi masyarakat menyebut gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral ketika mahasiswa harus anarkis dalam melakukan aksi.
“Kini masyarakat mulai bertanya benarkah suara mahasiswa adalah suara rakyat?. Dan ini adalah "PR" berat bagi gerakan mahasiswa yaitu bagaimana mengembalikan apresiasi positif masyarakat terhadap mahasiswa,” paparnya.

Minggu, 16 Desember 2007

Meski Penyandang Cacat, Siswa SLB Tetap Raih Prestasi

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Cacat fisik seseorang tidak seharusnya membuat orang menjadi rendah diri. Pada hakekatnya setiap manusia pasti memiliki kekurangan disamping kelebihannya. Adakalanya seseorang terlalu mengeksploitir kelemahannya sehingga seakan-akan dunia telah kiamat bagi dirinya. Tidak nampak bahwa kelemahan tersebut adalah gabungan dari kelebihan yang dimilikinya dalam membentuk dia menjadi manusia seutuhnya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ribuan orang-orang yang sukses dan terpelajar, disimpulkan bahwa 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan kemampuan atau technical expertise hanya berperan pada 15% sisanya.Ada sebuah kata-kata bijak yang menyebutkan, "Your attitude not aptitude determine your altitude. Sikap Anda bukanlah bakat atau kecerdasan, tetapi menentukan tingkat kesuksesan Anda."
Cacat fisik dan mental tidak menghambat seseorang untuk berprestasi, tapi sikap untuk mengukir prestasilah yang menjadi penentu kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Ungkapan ini mungkin dapat untuk menggambarkan sikap siswa-siswa Sekolah Luar Biasa-B (SLB-B) yang meski sebagai penyandang tuna rungu tapi selalu mengukir prestasi cukup baik setidaknya besarnya keingan para siswa untuk terus belajar patut untuk diacungkan jempol.
Suyani, Kepala Sekolah Luar Biasa bagian tuna rungu disingkat SLB-B mengungkapkan dirinya cukup bangga dengan prestasi siswanya meski mereka sebagai penyandang cacat. Selama ini siswa SLB-B sering mewakili Kalbar untuk mengikuti Pekan Olah Raga Penyandang Cacat Nasional (POPCANAS). Siswa SLB-B Kalbar beberapa waktu lalu juara III tolak peluru, juara harapan I lomba bahasa isyarat tingkat nasional
“Untuk tingkat provinsi siswa SLB-B pernah juara I lomba modeling peragaan baju busana kreasi siswa dan melukis tahun 2007 dan juara I lomba melukis mewarnai tahun 2006,” katanya.
Selain prestasi dibidang ketrampilan, Suyani mengatakan siswa SLB-B sejak tahun 2004 selalu lulus seratus persen UAN berdasarkan kurikulum SLB. Kurikulum di SLB dari TK, SD, SMP dan SMA untuk pelajaran umumnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum pendidikan sekolah umum. Yang berbeda adalah tuntutan kurikulum yang harus dikuasai siswa. “Kalau siswa sekolah umum harus menguasai materi sebanyak 2 botol maka di SLB ini kurang dari 2 botol,” jelasnya.
Di SLB-B siswa tidak hanya diberikan pelajaran umum tapi juga diberikan pelajaran keterampilan. Persentasi dari pelajaran umum dan keterampilan ini diseimbangkan yaitu 50-50 persen.
Suyani juga menceritakan bahwa tidak terlalu sulit mengajarkan pelajaran pada siswa SLB-B. Hanya waktu siswa baru masuk untuk tingkat TK dan SD saja yang harus sedikit melalukan penyesuaian pada anak. “Karena setiap siswa yang baru masuk ke SLB masing-masing membawa bahasa isyarat dari ibunya dan di SLB inilah semua siswa diarahkan untuk menggunakan system isyarat bahasa Indonesia yang baku,” ungkapnya.

Polda Kalbar Harus Segera Usut Kasus Laelathul

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Nasib Laelathul Mukaromah, TKW asal Jawa Barat yang mendapat siksaan di negeri jiran kini menjadi perbincangan publik. Kasus penganiayaan terhadap TKI kembali terungkap dan menambah daftar panjang persoalan para Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Tidak hanya di Malaysia dan Arab Saudi, di Berunai pun TKI tidak diperlakukan selayaknya sebagai manusia.
Kasus penganiayaan terhadap TKI sudah seharusnya menjadi evaluasi bagi pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas dalam menyelesaikan permasalahan TKI. Jangan sampai persoalan ini terurus berarut-larut dan martabat bangsa Indonesia semakin diinjak-injak.
Untuk aparat keamanan terutama kepolisian harus segera bertindak cepat dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang. ”Polisi harus tangkap dan proses segera calo-calo perdagangan orang. Apalagi mengenai perdagangan anak,” Ujar Eli Hakim Silaban, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kalbar (KPAID Kabar).
Eli mengatakan kasus Laelathul pastinya tersangkut pada banyak pihak karena tidak mungkin bocah berusia 14 tahun bisa memalsukan dokumen-dokumen untuk memalsukan usianya dalam pospor. ”Memalsukan umur di paspor berarti juga memalsukan dokumen-dokumen seperti Akte kelahirannya. Dan sangat tidak mungkin hal ini dilakukan Laelathul sendiri. Pasti melibatkan banyak pihak seperti Keluarga, RT, Kelurahan, pihak imigran dan para agen,” ujarnya.
Yang terpenting saat ini, menurut Eli pihak kepolisian Kalbar harus segera mengusut tuntas siapa saja yang terlibat kasus Laelahtul agar kejadian sama tidak terulang kembali. KPAID akan segera menyurati Polda agar aktif menyelidiki kasus ini dan segera memproses secara hukum para pelaku.
Para pelaku bila nantinya tertangkap maka akan terjerat berbagai pasal dalam undang-undang seperti UU Mo 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, UUNo 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Untuk KPAID sendiri Eli menegaskan pihaknya akan ikut mendampingi langsung Laelathul jika diminta sampai proses hukum para pelaku dilakukan.”Kalau tidak ada pihak yang mendampingi, KPAID siap mendampingi Laelathul melalui pogja pengaduan dan advokasi yang KPAID miliki. Jika sudah ada pihak yang mendampingi KPAID akan segera berkoordinasi dengan pemerintah dan kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Pertumbuhan Ekonomi Kalbar Triwulan III/2007 Sebesar 5,58 Persen

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Perekonomian Kalbar triwulan III/2007 meningkat 5,75 persen dibanding triwulan III/2006, diatas pertumbuhan triwulan II/2007 yang mencapai 5,54 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan triwulan II/2007 mengalami peningkatan 2,21 persen. Untuk pertumbuhan ekonomi triwulan III/2007, perekonomian Kalbar tumbuh 5,58 persen.
Demikian disampaikan Drs. Nyoto widodo, ME, Kepala BPS Provinsi Kalbar dalam acara Desiminasi Kajian Ekonomi Regional triwulan III 2007 di Kantor BI, Senin (3/12).
Nyoto mengatakan sektor ekonomi Kalbar pada triwulan III/2007 yang mengalami pertumbuhan relatif tinggi adalah pertambangan dan penggalian 17,63 persen, sektor jasa 14,68 persen, angkutan dan komunikasi 6,72 persen. “Untuk sektor industri Kalbar mengalami perlambatan pertumbuhan 2,37 persen,” ujarnya.
Perekonomian Kalbar saat ini masih didominasi sektor pertanian yaitu 25,52 persen. Sektor lain yang memberikan kontribusi tinggi pada sektor perdagangan, restoran, hotel 22,95 persen dan sektor industri mencapai 18,59 persen. “Sektor pertanian Kalbar paling besar dalam menyerap tenaga kerja yaitu 60 persen tenaga kerja,” ungkapnya.
Nyoto menjelaskan menurut penggunaannya, PDRB Kalbar pada triwulan III/2007 sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga 51,91 persen, ekspor impor 30,64 persen, dan pembentukan modal bruto 24,71 persen. Komsumsi pemerintah merupakan komponen penggunaan yang mengalami pertumbuhan relatif tinggi yaitu 27,05 persen. Sedangkan yang terendah adalah impor 0,36 persen.
Berdasarkan tahun ke tahun (year to year) sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan tertinggi 19,53 persen. Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi ada disektor jasa-jasa 12,06 persen, sektor angkutan dan komunikasi 6,38 persen.
“Sektor industri mengalami pertumbuhan terendah jika berdasarkan pada year to yea, yaitu 3,12 persen. Industri karet dan industri pengolahan kelapa yang sangat memberikan andil di sektor industri,” jelas Nyoto.
Sektor pertanian tumbuh 5,84 persen, berdasarkan sub sektornya, hanya sub sektor kehutanan mengalami penurunan 1,70 persen. Penurunan disebabkan nilai ekspor kayu selama januari samapi agustus menurun dari 153,67 juta US $tahun 2006 menurun menjadi 138,62 juta US $ tahun 2007.
Sub sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah tanaman bahan makanan yang tumbuh 7,48 persen dan perikanan tumbuh 7,47 persen. “Tanaman bahan makanan tumbuh didukung oleh peningkatan produksi padi dan jagung,” katanya.
Ketua BPS Provinsi Kalbar juga menjelaskan pembentukan PDRB penggunaan triwulan III/2007 masih didominasi komponen konsumsi rumah tangga, ekspor dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Peranan komponen konsumsi rumah tangga mencapai 51,19 persen terhadap total PDRB atau memberikan nilai tambah Rp 5,44 triliun.
Jika dihitung dengan mengacu pada pertumbuhan ekonomi sektoral yang ditimbang dengan kontribusi sektoral tahun sebelumnya, sampai triwulan III/2006 sumber pertumbuhan ekonomi Kalbar berasal dari sektor pertanian 1,51 persen, perdagangan 1,04 persen, triwulan III/2007 pertumbuhan sektor jasa-jasa 1,50 persen, pertanian 1,22 persen serta sektor perdagangan, restoran dan hotel 1,05 persen.

Tiga Tahun BEM UPB Vakum

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak.

Jika ditempat lain orang rebutan jadi presiden, tapi di Universitas Panca Bakti (UPB) Pontianak justru 3 tahun vacum tanpa presiden mahasiswa.
Wakil Ketua Mapala ARKHA UPB, Muksin, mengatakan sejak berakhir kepengurusan Andry tahun 2004 sampai saat ini BEM UPB mengalami kevakuman.
“Saat ini biaya kuliah semakin tinggi, mahasiswa lebih berpikir ingin cepat selesai kuliah dibandingkan untuk berorganisasi,” ujar Muksin.
Mungkin ini pula yang menyebabkan minat mahasiswa UPB untuk berorganisasi menurun. Ditambahkannya, tuntutan biaya kuliah yang tinggi di UPB menjadi faktor utama mahasiswa UPB tidak mau berorganisasi.
Selain itu biaya yang semakin mahal jumlah mahasiswa di UPB juga sedikit. Ini menjadi faktor sulitnya BEM melakukan kaderisasi di organisasi. Ini tambahnya terjadi hampir di semua organisasi mahasiswa yang ada di UPB.
“Hanya Mapala ARKHA dan UKM olah raga saja yang masih aktif dalam berbagai kegiatan,” ujarnya.
Muksin menyesalkan kurangnya perhatian pihak Universitas pada kegiatan kemahasiswaan. Buktinya untuk UKM Mapala dalam setahun hanya di beri dana Rp 2.500.000. “Dana sekecil itu sangat sulit bagi untuk berbagai kegiatan,” katanya.
Untungnya Mapala ARKHA memiliki kedekatan dengan para senior Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) yang selalu membantu setiap kegiatan Mapala ARKHA. Untuk BEM UPB sebenarnya seluruh UKM telah melakukan konsolidasi untuk menghidupkan kembali BEM UPB. “Seluruh UKM dan BEM fakultas sedang membicarakan apakah akan diadakan pemilihan raya mahasiswa atau mengadakan musyawarah besar mahasiswa untuk memilih BEM UPB,” katanya.
Jaya Supriyadi, SE, Kepala Bagian Kemahasiswaan UPB mengakui kevakuman yang terjadi di BEM. Tapi Jaya menyangkal pihaknya tidak mendukung kegiatan kemahasiswaan. “Kevakuman BEM UPB bukan karena tidak adanya dukungan Universitas tapi lebih karena tidak adanya kaderisasi yang dilakukan mahasiswa,” tegasnya.
Jaya mencontohkan selama organisasi mahasiswa masih ada kegiatan pihaknya akan mendukung. Buktinya UKM di bidang olah raga, UPB seringkali mengirimkan tim bola Volly ke Jurnas. “Selain tim bola volly, UPB juga mengirim pesilatnya ke Kalsel untuk mengikuti pertandingan. 19-24 November lalu UPB mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pelaksanaan pertandingan bola volly tingkat nasional,” jelasnya.
Masalah kevakuman BEM, pihaknya akan mencari solusi dengan mengajak mahasiswa membentuk BEM baru. Tahun 2008 seluruh BEM fakultas dan BEM Universitas harus aktif kembali kegiatannya.
Di tempat terpisah, mantan Presiden Mahasiswa UPB, Andry yang dimintai pendapatnya mengatakan sangat terenyuh. “Seingat saya, setelah masa jabatan saya usai, saya pernah mengundang 3 kali organisasi internal kampus untuk membentuk panitia Mubes,” katanya. Namun hanya ketua Mapala Arka yang memenuhi undangan pembentukan panitia Mubes. Seharusnya kata Andre segera digelar musyawarah besar.
Konkritnya saat 4 BEM fakultas membentuk diri sebagai presedium Universitas dan membentuk panitia kerja untuk menyelenggarakan Mubes. Nantinya dibicarakan apakah pemilihan langsung atau sistem parlementer. Jika pemilihan langsung harus dibentuk KPU di kampus. ”Saya berharap agar kondisi ini segera ditindaklanjuti teman-teman mahasiswa dan saya siap membantu bila mana diperlukan,” janji Andry.

Darma Wanita Persatuan Untan Aksi Tanam Pohon

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Sebagai bentuk kepedulian para ibu yang tergabung dalam Darma Wanita Persatuan Untan terhadap masalah lingkungan, Minggu (2/12) Darma Wanita Persatuan Untan melakukan aksi penanaman pohon dan gerakan perempuan tanam dan pelihara pohon (Aksi GPTPP) di stadium Untan.
Dr. Chairil Effendi, Rektor Untan dalam sambutannya mengatakan Aksi GPTPP yang dilakukan Darma Wanita Persatuan Untan merupakan bentuk dukungan Untan pada program aksi penanaman serentak Indonesia dan pekan pemeliharaan pohon sebanyak 79 juta batang, serta gerakan perempuan tanam dan pelihara pohon.
“Kita tidak boleh berpangku tangan meratapi rusaknya hutan di Indonesia khususnya Kalbar. Mari kita satukan langkah, kuatkan tekad, kita dukung program pemerintah tersebut,” ajaknya.
Chairil berharap agar dosen-dosen dari fakultas Kehutanan dapat menyusun program teknis aplikatif yang dapat diterapkan dengan efektif dan familiar untuk menangani masalah kerusakan lingkungan terutama hutan. “Adanya dukungan dan partisipasi aktif masyarakat maka semua program yang dicanangkan pemerintah pusat untuk gerakan rehabilitasi hutan akan terlaksana dengan baik,” jelasnya.
Sikap dukungan Untan pada gerakan rehabilitasi Untan juga disampaikan Ketua Darma Wanita Persatuan Untan, Jamiliah, SE, M.Si. Menurut Jamaliah kegiatan ini melibatkan Darma Wanita Persatuan Untan, Silva Untan dan fakultas Kehutanan yang berkerjasama dengan dinas kehutanan provinsi Kalbar. “Untan mendapat 2000 bibit pohon terdiri dari pohon tengkawang, mahoni untuk di tanam dalam kawasan Untan,” katanya.
Aksi ini adalah aksi nasional dimana bertujuan memberdayakan wanita untuk menanam pohon. Pemerintah berharap wanita harus peduli pada lingkungan dan dapat ikut berperan serta menanam pohon dilingkungannya tidak hanya menanam pohon dirumahnya.
Meski memiliki berbagai keterbatasan sebagai seorang wanita, Jamiliah berharap wanita tidak hanya ikut dalam kegiatan kewanitaan saja tapi juga mesti perduli dengan lingkungan sosialnya. Seperti yang dilakukan anggota Darma Wanita Persatuan Untan dalam berbagai kegiatan sosialnya.
Selama ini Darma Wanita Persatuan Untan selalu turut aktif dalam kegiatan-kegiatan tiga bidang yaitu pendidikan, ekonomi, dan social budaya.
“Darma Wanita Persatuan Untan telah menyelenggarakan taman baca dan Taman Kanak-kanak (TK) Untan. Tugas ibu tidak hanya mengantar anaknya ke sekolah tapi harus ikut berkiprah dimana saja,” ajak Jamiliah.
Dibidang pendidikan, Darma Wanita Persatuan Untan telah berkiprah dalam kegiatan Posyandu, TPA, TK dan melaksanakan pembinaan rutin kepada wanita-wanita anggota Darma Wanita.
Supartini, Sekertaris Darma Wanita Persatuan Untan menambahkan untuk bidang ekonomi darma wanita untan berupaya menggerakan sektor-sektor ekonomi untuk menunjang ekonomi keluarga. ”Dengan adanya sektor ekonomi keluarga kita berharap para wanita dapat mandiri tidak bergantung pada suami. Saat ini wanita harus bisa menggali sumber-sumber ekonomi menjadi profit center,” katanya.
Sedangkan dibidang sosial budaya, lanjut Supartini Darma Wanita Untan telah menggelar berbagai pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan sosial budaya seperti bakti sosial dan memberikan bantuan ke panti asuhan.□

LPM Untan Gelar Pelatihan Jurnalistik

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Sebagai salah satu organisasi mahasiswa Untan yang bergerak di bidang jurnalistik, Lembaga Pers Mahasiswa Untan menggelar pelatihan jurnalistik untuk mahasiswa Untan. Pelatihan ini berlangsung selama 2 hari dari Sabtu (1/12) hingga Minggu (2/12) di Gedung MKDU Untan.
Vita Dwi Jayanti, Ketua Panitia Pelatihan Jurnalistik LPM Untan mengatakan pelatihan yang diselenggarakan ini sebagai bagian dari program kerja PSDM LPM Untan untuk merekrut mahasiswa Untan yang tertarik menjadi jurnalis kampus. “Pelatihan kali ini diikuti oleh 24 mahasiswa dari berbagai fakultas,” ujarnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya pelatihan jurnalistik LPM Untan dilakukan untuk melatih mahasiswa untuk menjadi jurnalis media cetak dan media elektronik terutama radio. Vita mengungkapkan sebagian besar dari peserta memilih mengembangkan bakatnya menjadi penyiar radio.
“Dari 23 peserta hamper 2/3nya memilih menjadi penyiar,” katanya.
Ratih, staf PSDM LPM Untan menjelaskan pelatihan yang dilakukan LPM Untan selain untuk merekrut anggota baru juga di harapkan dapat mencetak jurnalis-jurnalis handal yang kelak bisa menjadi jurnalis di media-media local yang ada di Kalbar.
“Melalui pelatihan jurnalistik tahun ini diharapkan LPM Untan semakin eksis karena adanya penambahan kader baru dan jurnalis-jurnalis dari LPM Untan diharapkan kedepannya bisa menjadi jurnalis yang tangguh dengan tetap menjunjung tinggi motto LPM Untan yaitu Kritis, Ilmiah, Religius dan Independen (KIRI),” harap Ratih.
Proses pelatihan ini, lanjut Ratih di dahulukan dengan adanya screening yang bermuatan materi untuk melihat motivasi, militansi, pengetahuan dan wawasan para peserta. “Screning yang kita berikan bertujuan untuk melihat bagaimana motivasi, militansi dan pengetahuan/wawasan para peserta agar kita dapat memberikan pelatihan apa yang harus diberikan pada mereka,” katanya.
Icha, mahasiswa fakultas Ekonomi Untan yang mengikuti pelatihan di LPM Untan mengungkapkan dirinya sangat tertarik sekali dengan dunia jurnalistik. “Saya sangat ingin sekali menjadi jurnalis kampus terutama sebagai penyiar,” kata Icha.

PTC West Borneo Siap Berperan dalam Penanggulangan AIDS

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak.
Dalam memperingati hari AIDS sedunia Sabtu (1/12), beberapa organisasi gerakan anti AIDS di Kalbar mengelar Aksi peringatan hari AIDS sedunia di bundaran tugu digulis Untan. Ketua Aksi Hari AIDS Kalbar, Rizal mengatakan aksi ini selain bertujuan untuk memperingati hari AIDS juga bertujuan melakukan kampanye kepada masyarakat bahwa penyakit AIDS sedang mengancam Kalbar.
“Kampanye kami lakukan dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat Kalbar terutama para pemuda dan anak remaja apa penyebab penyakit AIDS dan bagaimana dampak dari AIDS tersebut,” ujarnya.
Lewat kampanye ini, Rizal berharap masyarat Kalbar dapat tercerdaskan tentang bahaya AIDS dan bagaimana cara menghidarinya. Aksi kampanye ini akan berlanjut dengan membantu pemerintah menanggulangi AIDS di Kalbar.
”Masalah AIDS di Kalbar adalah tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini pemerintah harus terus melakukan sosialisasi seperti penyuluhan dan memberikan pelayanan kesehatan bagi para penderita AIDS di Kalbar secara maksimal,“ kata Rizal.
Selain Rizal, Aksi AIDS ini juga di ikuti oleh Pontianak Tiger Club (PTC) West Borneo, salah satu club motor terbesar di Pontianak. Jack. S, Humas PTC mengungkapkan keikutsertaan klub motor ini sebagai bentuk kepedulian mereka pada masalah AIDS di Kalbar. “Kami sangat perihatin sekali dengan kasus-kasus AIDS yang terjadi di Kalbar,”ucapnya.
Menurut Jack para remaja di Kalbar harus benar –benar mewaspadai AIDS dengan cara segera menjauhi hal-hal yang menjadi factor penyebab AIDS seperti Seks bebas, narkoba, minuman keras, penggunaan jarum suntik secara bergantian. Ia juga berharap pemerintah melalui dinas kesehatan harus benar-benar berupaya secara maksimal untuk menanggulangi dan mencegas kasus AIDS terjadi semakin besar. “Kita juga menghimbau kepada seluruh masyarakat Kalbar untuk bersama-sama menanggulangi AIDS agar Kalbar terbebas dari AIDS,” himbau Jack.
Untuk PTC sendiri secara tegas Jack mengatakan PTC West Borneo siap membantu pemerintah untuk terjun langsung membantu penanganan AIDS. “Kami siap kapan saja untuk turun ke lapangan membantu pemerintah menangani AIDS,” tegasnya.

Hari Ini, Aksi GPTPP di Untan

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Hari ini Aksi Penanaman Pohon dan Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP) dilakukan di Untan tepatnya di kawasan stadion Untan. Aksi ini menurut Ir.H.M.Iqbal Arsyad,MT, Pembantu Rektor IV Untan sebagai bentuk kepedulian Untan pada masalah global warning. Untan melalui Darma Wanita Persatuan Untan dan Darma Wanita Unit Sub Fakultas bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar melakukan penanaman 2000 pohon.
“Ini adalah komitmen Untan untuk penghijauan agar masalah global warning dapat dikurangi. Untan harus hijau karena suasana yang hijau dapat mendukung suasana pendidikan,“ jelasnya.
Selama ini Untan sebenarnya selalu menjaga hutan yang dimiliki Untan, Contohnya Untan memiliki Arboretum yang cukup luas. “Untuk di Pontianak Untan dapat di katakana sebagai pemberi oksigen,” katanya.
Kedepanya, lanjut Iqbal Untan di minta menjadi hutan kota oleh pemerintah kota Pontianak dengan menggalakan penanaman 11.000 pohon.
Mengenai persoalan perluasan lahan sawit yang sering merambah kawasan hutan konservasi, Iqbal berpendapat bila ada perluasan lahan sawit berada dikawasan hutan primer hal tersebut melanggar peraturan dari Departemen Kehutanan. Perluasan perkebunan sawit hanya dapat dilakukan di kawasan pertanian lahan kering (PLK). “Perkebunan sawit tidak boleh sampai merambah kawasan yang di fungsikan sebagai hutan konservasi,“ katanya.
Peraturan pemerintah dari Dinas Kehutanan sebenarnya sudah baik. Karena telah di petakan mana kawasan yang boleh untuk perkebunan sawit dan mana kawasan untuk hutan lindung.
“Kawasan hutan lindung inilah yang harus di jaga kelestariannya sebagai fungsi hutan agar keseimbangan alam tetap terjaga,“ungkapnya.
Yang menjadi persoalan saat ini banyak kawasan hutan tidak berhutan lagi akibat dari adanya illegal logging. Dan menjadi tugas pemerintah untuk menghijaukan kembali hutan tersebut.
Dr. Ir. Abdurrani Muin, Dekan fakultas Kehutanan Untan berpendapat semakin sempitnya lahan untuk sawit ini lah yang menjadi penyebab seringnya kawasan hutan juga di gunakan untuk perkebunan sawit.
Sawit menurut Abdurrani merupakan salah satu penyebab global warning karena sawit termasuk tanaman monukultur yang banyak mengandung karbon dioksida.
Cara terbaik adalah adanya keseimbangan antara penggunaan lahan untuk sawit dan lahan untuk hutan. “Jika ini tidak dilakukan maka kerusakan lingkungan alam di Kalbar akan semakin parah. Apa lagi kasus illegal logging tidak seratus persen di berantas maka kerusakan akan semakin besar,“ jelasnya.
Global warning menurut Slamet Rifanjani, S.Hut,MP, Dosen fakultas Kehutanan Untan di sebabkan oleh adanya polusi terutama asap dan besarnya zat Karbon dioksida serta gas metan yang berada di udara. Dampaknya suhu akan semakin panas. Dan hutan sebagai penyerap karbon semakin rusak. “Selama hutan dirawat dengan baik maka global warning dapat dikurangi,“ katanya. Untuk mencegah global warning yang terpenting di lakukan adalah pengolahan hutan harus di lakukan dengan baik dengan mematuhi Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI) bukan dengan membuat peraturan moratorium yaitu pelarangan penebangan hutan di Kalbar. “Kalau hutan di larang di produksi dari mana Kalbar akan mendapatkan devisa. Karena hutan selain memiliki fungsi konservasi juga memiliki fungsi ekonomi“ujarnya.

FMIPA Launcing UKM Art Laboratory

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Untuk menampung minat dan bakat mahasiswa di fakultas MIPA akhirnya fakultas membentuk sebuah wadah kegiatan mahasiswa di bidang seni. Pembentukan UKM Art Laboratory ini di meriahkan dengan menggelar Launcing pada Sabtu (1/12) di halaman FMIPA.
Pembantu Dekan FMIPA, Dra. Harlia, M.Si mengatakan berdirinya UKM Art Laboratory yang bergerak dibidang seni ini diharapkan dapat dijadikan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangankan imajinasi karya seninya yang tidak terlepas dari sikap keilmiahan mahasiswa. “Adanya wadah untuk mahasiswa berkreativitas ini diharapkan mahasiswa MIPA semakin semangat belajar di kampusnya,” ujar Harlia.
FMIPA yang selama ini eksis dengan sains ternyata membuat mahasiswa merasa minat bakatnya tidak terwadahi. Sesuai pola pengembangan mahasiswa yang digunakan di FMIPA maka pihak fakultas sepakat untuk memacu bakat mahasiswa dalam berkarya. “Mahasiswa akan semakin kreatif jika eksistensinya atau bakatnya diakui dalam lingkungannya,” jelas Harlia.
UKM ini juga untuk membantah pendapat sebagian orang yang mengatakan kalau orang pintar main band di bilang hal yang negatif. Pendapat ini sebenarnya salah karena seni akan melahirkan berjuta imajinasi yang kreatif. Dan jika kita menghargai karya seni seseorang maka orang tersebut akan semakin menghargai hidupnya. “Pengembangan bakat seni di FMIPA juga bertujuan untuk mempertahankan budaya Indonesia agar jati diri bangsa semakin kuat dalam memfilter budaya barat,”katanya.
Dewan Pengarah UKM ART Laboratory, Nita menjelaskan visi dari didirikannya UKM seni ini adalah menciptakan seni dengan sains. Program utama ART Laboratiry kedepannya adalah program hunting day berhubungan dengan fotografi yaitu mencari tempat menarik untuk di foto kemudian di desain dengan 3 dimensi agar lebih menarik. Selain itu UKM ini akan mengembangkan musik, tari, teater, parody. Semua kegiatan seni ini akan digabungkan dengan sains. Maksud dari penggabungan seni dengan sains adalah mengkaji ulang seni dari sisi ilmiahnya.
“Misalkan melukis, percampuran warna bisa dikaitkan dengan ilmu sains, band juga bisa dikaji dari sisi ilmiahnya yaitu mengatur tinggi rendahnya frekuensi suara antara musik yang satu dengan yang lain. Tujuannya mencari suara yang dinamis dan enak dinikmati,”kata Nita.
Perakitan miniature juga menjadi program utama ART Laboratory untuk dikembangkan. Karya-karya miniatur yang berhasil dibuat oleh mahasiswa diantaranya miniature motor, rumah-rumahan, kapal.
Fery, salah seorang mahasiswa fisika angkatan 04 yang juga sebagai pendesain miniature koleksi ART Laboratory mengatakan senang sekali dengan adanya UKM Art Laboratory. “Adanya UKM ini saya akan semakin bisa menyalurkan bakat saya dalam mendesain miniature yang sejak kelas 1 SD yang minati,” ujarnya.
Fery berharap keberadaan UKM seni ini bisa semakin memasarkan hasil karyanya yang bisa dijuga dengan kisaran Rp 20.000 sampai Rp 60.000 tergantung tingkat kerumitan membuat miniature tersebut.

Pendidikan di Pesantren Kurang Mendapat Perhatian

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Meski memiliki berbagai keunggulan terutama pada pembangunan akhlak para santri, tapi pendidikan pesantren masih dianaktirikan oleh pemerintah.
Demikian dikeluhkan Pimpinan Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar, Arif Hasbullah, Jumat (30/11) kemarin.
“Baik pemerintah tingkat provinsi maupun kota sangat jarang memberikan bantuan biaya operasional pondok pesantren,” katanya.
Seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih pada pondok pesantren karena pendidikan di sana para santri benar-benar dibina. Baik akhlak maupun keterampilannya.
Contohnya di pesantren Mathla’ul Anwar ini para santri dikondisikan untuk tetap beribadah dan belajar selama 24 jam sehingga anak-anak pesantren lebih unggul di banding dengan anak-anak dari pendidikan formal.
Keunggulan dari anak-anak pesantren menurut Arif karena para santri selain diajarkan pendidikan umum juga diberikan pendidikan keagamaan dan pembekalan keterampilan. Proses pembelajarannya pun 24 jam dan di kontrol secara ketat.
“Paginya para santri diberikan pendidikan umum sedangkan malamnya diberikan bekal pendidikan keagamaan dan keterampilan,” jelas Arif.
Pada umumnya santri yang datang belajar di pondok pesantrennya berasal dari berbagai daerah dan terutama anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Sehingga biaya yang dikenakan untuk setiap santri bervariasi, tergantung pada kemampuan.
Dia ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa pendidikan tidak hanya untuk orang-orang kaya, tapi orang yang kurang beruntung juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan.
Pesantren Mathla’ul Anwar mengutamakan skill. Diantaranya bahasa, baik Bahasa Arab maupu Bahasa Inggris. Tidak lupa juga penanaman akhlak yang baik terus dilakukan agar para santri siap menjadi Da’i yang paham Alqur’an dan bisa membaca zaman.
“Alhasil dengan pembinaan akhlak para santri kita tidak pernah mendengar ada tawuran antar santri yang terjadi adalah tawuran antar pelajar,” ungkapnya.
Keluhan lainnya datang dari Abdullah, Sekertaris Pondok Pesantren Darul Ulum.
Menurut Abdullah pemerintah sangat kurang memberikan stimulus kepada kegiatan pondok pesantren. Seharusnya mendorong pesantren untuk berkreasi dalam membangun pendidikan akhlak, mental dan pengetahuan para santri di pesantren.
“Kita berharapkan bantuan pemerintah baik dana operasional, bimbingan untuk para guru dan santri, bimbingan untuk pengembangan pesantren dan pengembangan skill para santri,” ujarnya.
Untuk pesantren yang diasuhnya beberapa tahun terakhir lulus 100 persen dalam UAN.
Meski biaya yang dikenakan relatif sangat murah hanya Rp 230.000 sebulan termasuk uang makan tapi pesantren, Darul Ulum tetap berupaya memberikan pendidikan secara maksimal dengan memberikan beberapa keterampilan seperti dibidang home industri, pertukangan, peternakan, pertanian.
Di ini ditanamkan bagaimana menyikapi kehidupan dengan mengembangkan kemandirian dibidang kewirausahaan. “Kita tidak pernah berharap lulusan dari pesantren ini untuk menjadi pegawai negeri tapi lulusan di dorong untuk berwirausaha,” jelasnya.
M. Qalim, santri kelas 9 MTS pondok pesantren Mathla’ul Anwar mengungkapkan dirinya masuk pesantren karena di pesantren selain diberikan pendidikan umum juga di berikan pendidikan keagamaan.
“ Dengan pendidikan 2 hal ini saya yakin akan selamat hidup di dunia dan di akhirat,” ujarnya.

Ibu Harus Miliki Pengetahuan Luas untuk Mendidik Anak

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Mendidik anak ternyata tidak mudah. Seorang ibu harus memiliki pengetahuan yang luas, agar dapat memberikan pendidikan bagi anaknya dengan baik. Demikian diungkapkan Esti Suhesti, Sekretaris Umum Badan Kerjasama Organisasi Wanita Kalbar (BKOW), Jum’at (30/11).
Menurut Esti, seorang ibu harus mengembangkan dirinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, agar dapat memberikan pembelajaran bagi anak-anaknya. Apalagi dengan semakin modernya zaman. Anak sering terbawa ke dalam pergaulan bebas. “Untuk menghindari anak-anak terjerumus kepergaulan bebas, para ibu harus mengetahui perkembangan pergaulan anaknya,” katanya.
Melihat pentingnya peranan wanita dalam kehidupan keluarga, berbangsa dan bernegara inilah, BKOW mencoba menghimpun para ibu mengikuti berbagai kegiatan pelatihan. Seperti, pelatihan pendidikan anak usia dini (PAUD).
Dengan mengikuti pendidikan ini, diharapkan para ibu bisa memahami cara mendidik anak-anaknya. “Jika ibu dapat mendidik mental anak-anaknya, maka kenakalan remaja yang saat ini semakin banyak, dapat segera di cegah,” jelas Esti.
Menurut Esti, kenalan remaja disebabkan 2 faktor. Yaitu dari keluarga dan lingkungan. Perhatian dari keluarga sangat memengaruhi mental anak untuk bertindak dalam kehidupan sehari-harinya. Peran keluarga, dalam hal ini orang tua, harus bisa memberikan pendidikan agama bagi anak-anaknya. “Jika dalam diri anak sudah tertanam pemahaman agama yang baik, maka orang tua tidak khawatir lagi anaknya akan terjerumus ke lingkungan yang tidak baik,” katanya.
Adanya anggapan, terjerumusnya anak ke dalam pergaulan bebas, sering disebabkan oleh sibuknya orang tua dari anak. Hal tersebut diakui oleh Esti.
Ia mengatakan, banyak kenakalan anak sering disebabkan kurangnya perhatian dari orang tua, karena mereka bekerja. Tapi, meskipun sibuk orang tua, mereka tidak boleh melepaskan perhatiannya kepada anak-anaknya.
“Seorang ibu walaupun menjadi wanita karier, dia harus bisa bersikap adil dalam membagi waktu. Dan di BKOW ini, para ibu diberikan pelatihan, bagaimana dia membagi waktu antara profesi dan keluarga,” ujarnya.
Pentingnya perhatian pada anak juga disampaikan oleh Hajah Myrna Anwar, Ketua Panitia HUT BKOW Kalbar ke 19. Hajah, ibu 7 anak ini menilai wanita tidak boleh mengurung diri. Wanita harus maju dalam karier dan sukses mendidik anak. Bagaimana caranya? Menurut Hajah, seorang ibu harus pandai membagi waktu. Karena perhatian bagi anak, terutama pendidikan moral sangatlah penting. Seorang ibu harus dapat mengarahkan pergaulan anak-anaknya. Apalagi anak sekarang sering kali ingin mengikuti perkembangan model yang sedang tren. “Sikap kita sebagai ibu harus mencegah keinginan anak tersebut. Jangan biarkan anak terbawa oleh budaya luar. Kita harus menamam kan budaya orang timur. Biarlah dianggap kuno oleh anak asal anak kita selamat,” tegasnya. Sebagai orang tua menurut Hajah tidak boleh selalu mengikuti kemauan anak-anaknya. Pendidikan bagi anaknya juga harus di perhatikan oleh para orang tua. “Jangan karena orang tua sudah menyekolahkan anak, terus orang tua tidak lagi memberikan pembelajaran bagi anaknya. Tanamkan normal-normal yang baik kepada anak,” katanya. □

Kualitas Pendidikan Kalbar Membaik

Tantra
Borneo Tribune, Pontianak

Salah seorang anggota DPRD Kalbar dari Fraksi PDIP, Thamrin, memandang bahwa kualitas pendidikan di Kalbar sudah relatif baik. Ini dilihat dari angka kelulusan setiap tahun ketika menghadapi Ujian Nasional. Namun salah satu organisasi mahasiswa berencana akan lakukan protes jika dalam APBD Kalbar 2008 dianggarkan di bawah 20 persen.
”Namun demikian perlu lebih ditingkatkan lagi,” kata Thamrin ketika ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Ada tiga komponen yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Komponen yang pertama adalah memperbaiki SDM tenaga pengajar, sarana dan prasarana yang ada, serta motivasi murid dalam menyerap ilmu yang telah mereka terima di sekolah.
Ketiga komponen tersebut harus memiliki keseimbangan, sehingga dapat saling mendukung antara yang satu dan yang lainnya. Jika salah satu komponen ini tidak berjalan maka akan terjadi ketimpangan yang berakibat merosotnya mutu pendidikan.
Komponen-komponen tersebut merupakan follow up untuk mengimplementasikan kualitas SDM guru-guru yang ada dengan tersedianya fasilitas penunjang dan peran aktif siswa itu sendiri dalam menerima pelajaran dengan baik.
Pengiriman para pegawai negeri oleh pemerintah daerah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dinilai Thamrin kurang efektif dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kalimantan Barat. Pengiriman PNS tidak disertai dengan suatu pemahaman yang jelas tentang konsep-konsep pendidikan itu sendiri. Ketika selesai mengenyam pendidikan mereka justru berlomba-lomba mencari posisi tertinggi di instansi pemerintahan.
Pemahaman seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah daerah telah memiliki konsep yang jelas tentang bagimana mengimplemetasikan pendidikan yang telah mereka peroleh untuk membangun daerah mereka sendiri. Ketika pulang ke daerah mereka diharapkan menjadi leader bagi yang lain dalam meningkatkan pembangunan dan mutu pendidikan di daerah.
Sementara itu Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Untan (BEM FKIP Untan), Hadidi meminta agar pemerintah konsisten menganggarkan dana pendidikan sebesar 20 persen dalam APBD Kalbar 2008.
Dia menolak tegas jika ternyata eksekutif dan legislatif melupakan hal itu. DPRD Kalbar menurutnya harus mengkaji betul RAPBD Kalbar yang telah disampaikan gubernur. Karena pemerintah provinsi Kalbar belum mengalokasikan 20% APBD untuk pendidikan.
“Mestinya pendidikan harus prioritas,” ujarnya.
Kalau pemerintah provinsi Kalbar 2008 nanti tidak mengalokasikan 20% untuk pendidikan maka SDM Kalbar akan semakin jauh tertinggal.
Ini akan berdampak pada seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat Kalbar. “Karena pendidikan adalah akar dari sebuah bangsa,” katanya.
Ia prihatin karena pemerintah hanya memprioritaskan pada pembangunan fisik seperti infrastruktur. Ini menurutnya sangatlah tidak tepat. Karena pembangunan infrastruktur tanpa dilandasi SDM Kalbar yang berkualitas, meski Kalbar maju di bidang infrastruktur, masyarakatnya akan tetap terbelakang dan miskin.
Penolakan terhadap RAPBD Kalbar yang tidak mengalokasikan dana untuk pendidikan sebesar 20% juga datang dari Galih Usmawan, Ketua BEM Untan.
Menurut Galih ini mencitrakan kemauan politik legislatif dan eksekutif Kalbar terhadap keberpihakan mereka pada pembangunan. RAPBD Kalbar menunjukkan pemerintah hanya berpihak pada kepentingan aparatur pemerintahan saja.
“Lihat saja anggaran untuk belanja aparatur setiap tahunnya selalu bertambah,” ungkap Galih.
Yang lebih disayangkan lagi paradigma masyarakat Kalbar yang beranggapan pembangunan infrastruktur lebih penting dibandingkan pembangunan pendidikan.
“Kebanyakan masyarakat Kalbar lebih senang jalan bagus walaupun anak mereka tidak dapat sekolah,” ujarnya.
Paradigma ini mesti dirubah. Memang pembangunan infrastruktur lebih terasa dampaknya tapi sifatnya tidak permanen. Sedang pembangunan pendidikan merupakan aset agar jalannya pembangunan akan semakin lancar.

Sekolah Harus Mencetak Jiwa Entrepreneur Siswa

Oleh : Tantra Nur Andi
Sebuah fenomena yang sangat ironis ketika seluruh dinas-dinas pemerintahan baik tingkat provinsi, kabupaten maupun kota membuat pengumuman di bukanya lowongan bagi masyarakat untuk menjadi pegawai negeri maka bisa kita saksikan ribuan orang berbondong-bondong membuat kartu kuning untuk melamar mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Keadaan ini adalah sebuah fenomena yang bila dilihat sejarah historisnya masyarakat kita memiliki sifat feodalisme yang diwarisi oleh penjajahan Belanda. Sifat ini juga ikut mewarnai orientasi pendidikan di Indonesia. Sebagian besar masyarakat mengharapkan output dari proses pendidikan adalah sebagai pekerja, sebab dalam pandangan masyarakat bahwa pekerja ( terutama pegawai negeri sipil ) adalah priyayi yang memiliki status sosial yang cukup tinggi dan dihormati oleh masyarakat. Jadi baik pendidik, institusi pendidikan, maupun masyarakt memiliki persepsi yang sama terhadap output pendidikan.
Kita bisa melihat perjalanan panjang dari pendidikan di Indonesia yang hampir setiap pergantian pemerintah berganti pula sistem pendidikan yang digunakan tapi perubahan sistem pendidikan tersebut hanya bersifat normatif sedangkan substansi dari isi pendidikan dan tujuan pendidikan sama saja yang mencetak siswa menjadi pekerja baik menjadi pegawai negeri maupun swasta. Pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan hanya memikirkan output peserta didik dengan membekali kemampuan intelektualnya saja, tanpa adanya pembekalan kemampuan yang dapat membangkitkat jiwa kewirausahaan dari para peserta didik.
Pada hal sekolah atau pendidik punya kewajiban untuk melakukan pembelajaran berbasis kewirausahaan yaitu dengan memotivasi dan memberikan tambahan pelajaran tentang bagaimana berwirausaha dengan baik. Maka dari itu output dari para peserta didik sekarang ini hanya mengharapkan atau mencari lapangan pekerjaan tanpa memberikan inovasi atau membuka lapangan pekerjaan yang baru. Jadi dapat dilihat sekarang, banyaknya pengangguran yang terjadi merupakan salah satu dari hasil paradigma pendidikan kita yang tidak diterapkannya jiwa kewirausahaan dalam proses pembelajaran khususnya disekolah atau lembaga pendidikan.
Wajar saja, meski pun Indonesia yang dikenal sebagai negara kaya raya sumber daya alam nya tapi masyarakatnya harus hidup dalam kemiskinan dan bangsa Indonesia sering kali harus gigit jari karena kekayaan alamnya telah habis di keruk dan di nikmati oleh perusahaan – perusahaan asing. Contohnya PT Freeport di Irian dan blok cepu yang dikelolan perusahaan Amerika.
Belum lagi persoalan saat ini mutu pendidikan masih jauh dari harapan.
Dari dalam negeri diketahui bahwa NEM SD sampai SLTA relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun. Dari dunia usaha muncul keluhan bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang baik. Dari komparasi internasional, mutu pendidikan di Indonesia juga kurang menggembirakan.
Human Development Index (HDI) Indonesia menduduki peringkat 102 dari 106 negara yang disurvai. Survai The Political Economic Risk Consultation (PERC) menemukan bahwa Indonesia berada di peringkat ke 12 dari 12 negara yang disurvai. Studi lain yang dilakukan The Third International Mathematics and Science Study-Repeat (TIMSS-R,1999) menemukan bahwa siswa SLTP Indonesia menempati peringkat 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika, dari 38 negara yang distudi di Asia, Australia dan Afrika.
Peningkatan mutu pendidikan berarti peningkatan mutu sumber daya manusia. Sementara mutu pendidikan belum menggembirakan, berarti mutu sumber daya manusia Indonesia juga belum menggembirakan. Kini Indonesia menghadapi dua tantangan, ialah tantangan dari dalam dan dari luar.
Dari dalam negeri krisis ekonomi belum juga berakhir sehingga pengangguran terus bertambah. Di bidang pendidikan sendiri, data Depdiknas menunjukkan bahwa sekitar 88,4% lulusan SLTA tidak melanjutkan ke PT, dan 34,4% lulusan SLTP tidak melanjutkan ke SLTA. Mereka setiap tahun menambah jumlah deretan pencari kerja, sementara bekal untuk kesiapan kerja belum dimiliki.
Dari luar negeri tantangan akan muncul dengan disepakatinya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area) tahun 2003. Konsekuensinya adalah tenaga kerja kita dalam berbagai sektor kehidupan harus mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dari negara-negara tetangga di lingkungan Asean.
Melihat kondisi tersebut, maka dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan sumberdaya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Ia tidak cukup hanya menguasai teori-teori, tetapi juga mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Ia tidak hanya mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku saekolah/kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan yang demikian adalah pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa entrepreneurship, ialah jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Salah satu jiwa entrepreneurship yang perlu dikembangkan melalui pendidikan pada anak usia pra sekolah dan sekolah dasar, adalah kecakapan hidup (life skill).
Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi yang dikembangkan di sekolah.
Tulisan ini mencoba menawarkan suatu model pendidikan yang berwawasan kewirausahaan untuk tingkat pra sekolah dan sekolah dasar. Dengan model ini jika diterapkan diharap dunia pendidikan ikut memberikan kontribusi nyata dalam rangka peningkatan mutu SDM di Indonesia.
Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik dirasakan
sangat penting. Karena pendidik adalah ‘agent of change’ yang diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat dan watak serta jiwa kewirausahaan atau jiwa ‘entrepreneur’ bagi peserta didiknya. Disamping itu jiwa ‘entrepreneur’ juga sangat diperlukan bagi seorang pendidik, karena melalui jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif serta mandiri.
Jika pendidikan memiliki misi melaksanakan pendidikan wirausahawan, maka sudah selayaknya kurikulum dan strategi pembelajarannya mengalami perubahan dan penyesuaian. Melihat karakter wirausahawan di atas, kelihatannya sulit pembentukan wirausahawan tercapai, manakala proses pembelajarannya tetap mempergunakan strategi “klasik”.
Menurut Scharg et. al. (1987) wirausahawan merupakan hasil belajar. Meskipun jiwa wirausahawan mungkin juga diperoleh sejak lahir (bakat), namun jika tidak diasah melalui belajar dan dimotivasi dalam proses pembelajaran, sulit dapat diwujudkan. Untuk mempertajam minat dan kemampuan wirausahawan perlu ditumbuh-kembangkan melalui proses pembelajaran. Di sinilah letak dan pentingnya pendidikan wirausahawan dalam pendidikan.
Jika seorang pendidik menginginkan menumbuhkan sikap peserta didik, sudah seharusnya mengetahui bakat yang ada pada peserta didik, keinginan peserta didik, nilai dan pengetahuan yang seharusnya didapat pesera didik, serta lingkungan lain yang kondusif bagi penumbuhan sikap mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini sulit dilakukan, tetapi harus diusahakan. Jika kita ingin pendidikan berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat, maka kita tidak boleh diam. Apapun hasilnya, pendidik harus berusaha melakukan inovasi proses pendidikan. Perlu disadari, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang cukup panjang untuk mencapai suatu keberhasilan.
Melihat uraian singkat tentang konsep pendidikan kritis dan mental wirausaha di atas, maka kita dapat mendesain model pendidikan masa depan yang lebih “produktif”. Pendidikan kritis sangat diperlukan agar setiap manusia mengenal kediriannya, humanis, tidak kerdil, dan reaktif terhadap perubahan yang terus-menerus. Membangun pendidikan kritis adalah tanggung jawab bersama seluruh stakeholder pendidikan. Dengan kata lain, jika dipahami dari konsep tersebut, maka sudah seharusnya pendidikan di Indonesia dapat berperan sebagai problem solver dengan dibarengi mental wirausaha yang terpatri dalam diri. Artinya, peserta didik dibekali dengan pelbagai disiplin keilmuan yang mumpuni yang dapat dijadikan “modal” untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang muncul dan berkembang di masyarakat. Selain itu, dengan jiwa wirausahanya peserta didik akan selalu melakukan pembaharuan dan inovasi secara dinamis di masyarakat. Walhasil, perjalanan dalam kehidupan masyarakat akan terus mengalami perkembangan-perkembangan (yang positif) tanpa meninggalkan jiwa kekritisan yang telah dibentuk melalui proses pendidikan.

Penulis adalah mahasiswa FKIP dan Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa Lentera FKIP Untan

Ikut Bimbel Untuk Tambah Pengetahuan

Borneo Tribune, Pontianak

“Saya ikut bimbingan belajar agar dapat menambah ilmu pengetahuan,” ujar Angel, siswa kelas 12 SMA Santo Petrus yang sedang mengikuti bimbingan belajar di Solusi Interaktif SSC, jalan Irian no 2A.
Angel mengatakan dirinya tertarik mengikuti program bimbingan belajar di SSC ini karena selama mengikuti bimbel ia mendapat gambaran soal-soal untuk UAN. Dengan diberikannya gambaran soal-soal UAN dan diberikannya kisi-kisi untuk menyelesaikannya, Angel berharap ia dapat belajar lebih intensif dan siap untuk menghadapi UAN.
“Selain ingin menambah pengetahuan, saya ikut bimbel agar siap menghadapi UAN karena ada kenaikan standar nilai UAN dan penambahan mata pelajaran yang di UAN kan,” ungkapnya.
Metode pembelajaran yang di terapkan di bimbel menurut Angel lebih asik dan santai dibanding belajar di sekolah. “Kalau dibimbel saya di bombing secara focus oleh guru karena memang dalam satu kelas hanya 12 orang dan suasana belajarnya tenang tidak seperti di sekolahan,” jelas Angel.
Begitu juga dengan Delina, siswa kelas 9 SMP N 21, ia mengikuti bimbingan belajar karena ingin menambah pengetahuan yang didapat dari sekolah dan untuk mempersiapkan diri menghadapi UAN. “Suasana belajar di sini lebih santai dan antara guru dengan murid hubungannya lebih akrab sehingga saya lebih leluasa menyampaikan pandapat dan bertanya,” katanya.
Di bimbel, lanjut Delina metode belajar yang digunakan lebih praktis dan mudah untuk di mengerti sehingga ketika belajar di sekolah sebelum guru menjelaskan materi pelajaran ia dengan mudah dapat memahaminya karena telah dijelaskan di bimbel.
Masruriansyah, staf akademik Bimbingan Belajar SSC Pontianak mengungkapkan metode belajar yang diterapkan di bimbel SSC ini 30% nya penyampaian materi dan 70%nya pembahasan soal-soal UAN dan ulangan semester untuk kenaikan kelas. Soal-soal yang digunakan oleh SSC ini langsung di datangkan dari popular sains group dalam bentuk kiat sukses ujian nasional. “SSC sudah tiga tahun berdiri dan selama itu siswa yang ikut bimbel di sini lulus 100%,” katanya.
Bimbingan belajar yang diberikan di SSC tidak hanya berupa bimbingan belajar menyelesaikan soal-soal UAN tapi juga di berikan metode bagaimana mengatasi kesulitan belajar para siswa. Masruriansyah menjelaskan ada beberapa kelebihan yang akan diberikan SSC kepada para siswa bimbelnya. Yaitu setiap kelas maksimal 25 siswa agar lebih efektif, cara “The Fastest”melalui memberikan pemahaman pada siswa tentang konsep dasar dari soal dan materi belajar, pengajarnya lulusan PTN/PTS favorit. “Kita juga memberikan metode melatih mental dan fisik siswa agar tidak shock pada saat UAN, siswa juga di ikuti tri out berkala dan koreksi UAS, membina siswa untuk tes ujian masuk UGM,” jelasnya

Peran Untan Atasi Persoalan Daerah

Borneo Tribune, Pontianak

Adanya anggapan dari banyak kalangan bahwa Universitas Tanjungpura sebagai perguruan tinggi negeri terbesar di Kalbar kurang dapat memberikan peran sertanya yang bekerja sama dengan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan daerah Kalbar dibantah oleh Ir. H.M.Iqbal Arsyad.MT, Pembantu Rektor IV Untan yang mengatakan selama ini Untan selalu bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk turut membantu mengatasi persoalan yang terjadi di daerah.
Pada prinsipnya kerja sama Untan sebagai perguruan tinggi selalu mengacu pada tri darma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Di bidang pendidikan, selama ini Untan telah melakukan kerja sama dengan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota program sertifikasi guru, pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD), dan pemberantasan buta aksara.
“Selama ini Untan selalu membantu pemerintah dengan mengirimkan tenaga ahli untuk mengatasi berbagai persoalan daerah hanya saja jarang media yang mengekspos kegiatan tersebut sehingga jarang diketahui publik,”ujarnya.
Di bidang penelitian kerja sama Untan dengan pemerintah juga cukup banyak. Diantaranya penanganan masalah kelistrikan yang baru-baru ini terjadi. Untan bekerja sama dengan pemerintah provinsi telah melakukan penyusunan Rencana Umum Kelistrikan Daerah Kalbar (RUKD).
Selain itu Untan bekerja sama dengan pemerintah melakukan study kelayakan pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH) di kabupaten Sekadau dan Sintang. “Untan juga membantu penyusunan dokumen-dokumen pemerintah seperti dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah (RPJP) dan (RPJM) daerah provinsi Kalbar, serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ungkap Iqbal.Untuk pengabdian kepada masyarakat, lanjut Iqbal, Untan telah melakukan pembinaan terhadap industri kecil, penggunaan teknologi tepat guna, pelaksanaan kuliah kerja mahasiswa. “Pemantapan Sinergi Pemberdayaan Masyarakat (Sibernas) dan pemberantas masyarakat miskin sedang dilakukan Untan bekerja sama dengan pemerintah,” jelasnya

Kesiapan Untan Menuju BHP

Borneo Tribune, Pontianak

Berbagai upaya dilakukan Universitas Tanjungpura (Untan) untuk menyongsong status ber - Badan Hukum Pendidikan (BHP). Salah satunya Untan berupaya membenahi manajemen pengelolaan Untan.
H. Murni Safwan, Kepala Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Untan mengatakan langkah-langkah Untan dalam persiapan menuju BHP diantaranya pertama menata administrasi keuangan agar lebih akuntabel dengan menerapkan manajemen keuangan satu pintu. “Dengan sistem satu pintu pendapatan dan pengeluaran seluruh fakultas harus melalui rekening Untan,” jelas Murni.
Langkah yang kedua Untan akan mengembangkan pengelolaan asset yang di miliki Untan seperti pengelolaan 55 hektar lahan di Tohok untuk perkebunan sawit dan karet. Pengelolaan lahan ini rencananya akan di kelola oleh Untan sendiri dengan membentuk tim yang terdiri dari para ahli.
Selain itu, Untan akan menggalang kerja sama dengan pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota agar dapat memberikan dukungan berupa dana untuk meningkatkan kualitas.
“Contohnya yang sudah Untan lakukan yaitu kerja sama pembiayaan fakultas Kedokteran, farmasi dengan seluruh pemerintah Kabupaten, dan adanya ikatan dinas mahasiswa dari Ketapang dan Sintang yang kuliah di FKIP,” katanya.
Dalam perencanaan menuju BHP di bidang pendidikan, Murni menjelaskan bahwa PT yang berstatus BHP harus mampu menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif sesuai dengan kebutuhan lokal dan global. Dari hal tersebut ada kebijakan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di mulai dengan meningkatkan kualifikasi pendidikan dosen. “Nantinya pada tahun 2009 harus sudah tidak ada lagi dosen yang S1 semua minimal harus S2,” ujarnya.
Upaya lain yang disiapkan Untan adalah berupaya melengkapi peralatan pendidikan seperti perlengkapan laboratorium, peningkatan kuantitas dan kualitas buku-buku di perpustakaan. Dosen juga akan di gugah untuk penelitian. Hasil dari penelitian diharapkan akan dapat digunakan untuk pengabdian kepada masyarakat secara tepat guna.
Kesiapan Untan menuju BHP ternyata tidak hanya pada penataan dari dalam Untan saja tapi juga di lakukan upaya- upaya memaksimalkan kerja sama dengan berbagai pihak baik dengan pemerintah, dengan perguruan tinggi yang lain dan pihak swasta. Menurut Ir. H. M. Iqbal Arsyad. MT, Pembantu Rektor IV Untan, dalam menyongsong BHP langkah pertama yang akan dilakukan Untan ialah memaksimalkan pengelolaan asset Untan yang ada untuk menghasilkan income. Pengelolaan asset Untan akan dilakukan bekerja sama dengan berbagai pihak.
Nantinya bekerja sama dengan berbagai pihak, Untan akan membangun bisnis area di kawasan Untan seperti membangun gedung untuk seminar, pembangunan wisma yang semuanya akan di sewa kan. “Dengan pihak dunia usaha, Untan juga akan bekerja sama dalam hal memagangkan mahasiswa di perusahaan-perusahaan besar agar setelah magang perusahaan dapat merekrut mahasiswa Untan,” harap Iqbal.(

PLTU Gambut Hanya Akan Rusak Lingkungan.

Borneo Tribune, Pontianak

Kebijakan perintah Kalbar yang bekerja sama dengan PT Sebukit Power untuk mengatasi krisis energi listrik dengan membangun mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar gambut mendapat kritik dari berbagai kalangan karena dianggap hanya akan merusak lingkungan.
“Kalau PLTU menggunakan gambut berarti proses pengambilan gambut tersebut akan memusnahkan vegetasi yang ada diatasnya,” ujar Dr. Ir. Abdurrani Muin, Dekan fakultas Kehutanan Untan.
Abdurrani menjelaskan jika gambut di eksploitasi untuk di jadikan energi listrik, maka lahan yang telah di eksploitasi tersebut akan sulit melakukan resapan air. Jika hal ini terjadi ketika musim hujan tiba wilayah sekitar tempat eksploitasi gambut tersebut akan dilanda banjir. Sedangkan pada waktu musim kemarau dikhawatirkan terjadi kekeringan dan lahan tersebut akan menjadi gurun pasir seperti lahan yang telah digunakan untuk penambangan emas.
Dekan Kehutanan ini juga mempertanyakan kenapa pemerintah harus menggunakan gambut sebagai sumber energi listrik. “Kalau kita menggunakan gambut artinya kita menggunakan bahan habis pakai karena sulit diperbaharui,” ujarnya.
Mestinya, lanjut Abdurrani bahan yang digunakan bukanlah gambut tapi bisa di gunakan bahan lain seperti kayu bakau yang memiliki nilai kalori lebih besar dari gambut. Dari tingkat keamanan terhadap lingkungan kayu bakau atau kayu karet dan rimba lebih aman dampak negatifnya dibandingkan dengan gambut. Karena derajat api yang dikeluarkan kayu bakau lebih besar dan tidak mengeluarkan asap.
Dampak terbesar dari penggunaan gambut ditakutkan akan muncul cat calae yaitu zat mengandung racun bagi tumbuhan bahkan bagi manusia. Sehingga tumbuhan akan sangat sulit tumbuh bila gambutnya telah di eksploitasi.
Penolakan secara tegas adanya proyek PLTU dengan bahan bakar gambut juga di ungkapkan Shaban Setiawan, Direktur Walhi Kalbar, yang mengatakan proyek ini adalah pembangunan yang tidak berkeadilan. Karena disatu sisi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Kalbar tapi pada sisi lain akan berdampak hancurnya ekosistem di daerah pesisir dan hal ini sangat merugikan masyarakat pesisir.
“Meskipun nanti proyek PLTU menggunakan bahan gambut akan mendapatkan AMDAL tetap saja pada prakteknya akan ada eksploitasi besar – besaran pada gambut untuk memenuhi stok energi listrik,” jelas Shaban.
Pengeksploitasian gambut secara besar – besar selain akan berdampak adanya banjir juga akan menghasilkan asap yang banyak dan terjadinya pemanasan global. Meski energi terdistribusi ke seluruh Kalbar tapi incomenya tidak akan cukup untuk mengatasi bencana yang akan terjadi. “Apalagi kalau gambut diambil hingga kedalaman 10-20 cm. hal ini akan sangat rentan bagi kestabilan ekosistem yang ada,” katanya. Untuk mengatasi krisis energi listrik menurut Shaban banyak alternative yang dapat digunakan oleh pemerintah. Seperti potensi air, yang disetiap kabupaten di Kalbar ada sumber air terjun. “Kenapa tidak dikembangkan PLTA dengan pengembangan mikro hidro. Dan pemngembangan mikro hidro dapat dilakukan oleh rakyat. “Pemerintah dalam hal ini cukup memberikan pendidikan bagi masyarakat bagaimana mengembangkan mikro hidro untuk pembangkit listrik,” ungkapnya.

Untan BHP, SPP Tidak Naik

Borneo Tribune, Pontianak
Universitas Tanjungpura (Untan) tidak akan menaikkan SPP mahasiswanya. Hal tersebut ditegaskan Rektor Untan Dr. Chairil Effendi, menyikapi kekhawatiran mahasiswa tentang rencana Untan menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada tahun 2011 mendatang.
“BHP hanya bertujuan agar perguruan tinggi lebih bersifat otonom. Dengan adanya otonomi di PT maka pengelolaan PT tersebut akan lebih efisien,” kata Chairil, Rabu (20/11) kemarin.
Kalau pun terjadi perbedaan SPP antara mahasiswa baru dengan mahasiswa lama hanyalah berupa penyusian. Contoh untuk mahasiswa lama hingga angkatan 2004 SPP-nya hanya Rp 500.000. Sedangkan mahasiswa baru Rp 1.000.000.
“Ini hanya contoh saja tapi sejauh ini belum ada rencana kenaikan SPP untuk mahasiswa baru tetap Rp 500.000,” kata Chairil.
Dikatakan mestinya mahasiswa mengerti unit cost untuk satu orang dalam 2 semester besarnya Rp 20 juta. Sedangkan saat ini mahasiswa hanya dikenakan SPP Rp 1 juta setahun. Artinya negara mensubsidi Rp 19 juta.
“Mahasiswa tidak dapat menuntut terlalu banyak untuk peningkatan mutu, sarana dan prasarana yang lengkap atau subsidi kegiatan mahasiswa yang besar jika SPP murah,” tegasnya.
BHP bagi perguruan tinggi bukan berarti pemerintah lepas tangan soal pendanaan bagi perguruan tinggi. Pemerintah masih memberikan bantuan dana. Antara lain, gaji dosen yang masih berasal dari dana pemerintah pusat.
“Sedangkan dana untuk operasional program study didapatkan dari hibah kompetensi yang ada,” terang Chairil.
Dengan adanya BHP maka dosen harus lebih giat lagi bekerja agar program studi (Prodi) nya bisa mendapatkan dana hibah kompetensi dari pemerintah. Jika suatu prodi kalah bersaing untuk mendapatkan hibah maka Prodi tersebut akan dimerjer dengan prodi lain.
Ditanya soal kesiapan Untan menyongsong BHP, Chairil mengatakan Untan tinggal menunggu izin operasionalnya dari pemerintah pusat.
“Untan sedang menyiapkan dokumen-dokumen akademiknya,” ujar Chairil. Setelah BHP ke depannya Untan akan mengembangkan Prodi baru yang akan menjadi andalan Untan. Seperti akan dibuka Pendidikan Anak Usia Dini di FKIP. Untan akan menonjolkan basic sains seperti Farmasi, Kimia dan Biologi.

UAN Harusnya Hanya Untuk Pemetaan Kualitas.

Borneo Tribune, Pontianak

Kebijakan pemerintah yang terus memaksakan Ujian Akhir Nasional menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa baik tingkat SMP dan SMA sederajat masih terus mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak. Tidak hanya kalangan pelajar yang meresa begitu terbenani oleh kebijakan standar UAN yang naik menjadi 5,25 dengan penambahan tiga mata pelajaran. Kalangan guru pun merasa kebijakan UAN tidaklah tepat sebagai penentu kelulusan siswa. Tapi lebih tepat digunakan sebagai pemetaan kualitas pendidikan di suatu daerah.
Demikian ditegaskan Kepala SMP N 18 Pontianak, Edih Sutardi. S.Pd saat ditemui diruang kerjanya. Sebenarnya tidak masalah pemerintah menyelenggarakan UAN, tapi nilai standar kelulusan tidak dipatok secara nasional. Kebijakan menetapkan standar kelulusan siswa secara nasional sangat dirasakan tidak adil. Pemerintah harus mengerti kondisi pendidikan di daerah pedesaan terutama mengenai fasilitas sarana dan prasarana sekolah tidak bisa disamakan dengan di daerah perkotaan apalagi di daerah Jawa yang telah maju pendidikannya.
“Akan sangat sulit bagi sekolah di daerah terpencil dengan fasilitas belajar yang seadanya diharuskan memacu mutu pendidikan untuk mencapai standar UAN 5,25. Sebaiknya UAN hanya digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan bukan untuk penentu kelulusan,” katanya.
Edih menilai kebijakan UAN sebagai standar kelulusan siswa adalah suatu kebijakan yang terburu-buru. Standar boleh-boleh saja ditetapkan secara nasional jika seluruh pemerataan pembangunan sarana pendidikan di Indonesia sudah merata dan anggaran pendidikan mesti ditingkatkan hingga 20 %.
Dari pada harus memaksakan UAN sebagai standar kelulusan yang berdampak pada sering terjadinya kecurangan dalam proses UAN. Lebih baik UAN di gunakan sbagai pemetaan kualitas pendidikan di suatu sekolah. Dengan adanya pemetaan akan diketahui sekolah mana yang memiliki standar mutu dan sekolah mana yang belum mampu mencapai standar mutu. “Setelah diketahui, pemerintah mesti membuat kebijakan untuk memacu sekolah yang belum mencapai standar agar dapat mencapai standar,” paparnya.
Sikap kurang setuju UAN menjadi standar kelulusan juga disampaikan oleh Kepala MAN 2 Pontianak, Dra. Rasmaniah Kusuma. Meski di MAN 2 segala persiapan untuk menghadapi UAN telah dilaksanakan seperti diadakannya bimbingan belajar mata pelajaran yang di UAN kan, pengadaan try out UAN untuk siswa kelas 12 tapi Rasmaniah juga menyayangkan pemerintah yang menetapkan standar kelulusan bagi siswa. “Untuk di daerah perkotaan standar kelulusan siswa sebenarnya tidak masalah karena fasilitas pendukung untuk belajar telah lengkap tapi untuk daerah pedesaan akan sangat menjadi dilema,” katanya.
Persoalan UAN, menurut Rasmaniah memang menjadi sebuah dilema di dunia pendidikan. Kalau tidak ada standar UAN, hal ini juga akan menjadi masalah bagi peningkatan kualitas pendidikan. Karena dengan UAN siswa menjadi maksimal dalam belajar karena patokan untuk lulus cukup tinggi yaitu 5,25. “Coba kalau tidak ada standar kelulusan seperti tahun-tahun sebelumnya maka siswa tidak akan terpacu untuk giat belajar sebab nilai 2 pun masih dapat lulus,“ ujarnya.

FMIPA Untan Dapat Hibah Rp 250 Juta

Borneo Tribune, Pontianak

Untuk peningkatan mutu penyelenggaraan kegiatan akademik melalui peningkatan mutu tenaga pengajar, jurusan Kimia fakultas (JK-MIPA) Untan mendapat Proyek Hibah Kompetensi (PHK A1) sebesar Rp 250 Juta.
“Proyek ini mengutamakan mutu dosen dengan cara penguatan institusi setingkat jurusan,” ungkap Dekan FMIPA Untan, Dr. Thamrin Usman, DEA, Jumat (16/11) kemarin.
Aspek yang disentuh PHK ini adalah Tri Darma perguruan tinggi seperti pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pada aspek pengajaran PHK bertujuan membuat perbaikan terhadap kondisi awal pengajaran, misalnya ketika dosen mengajar tidak memiliki bahan ajar maka dengan adanya PHK akan dicarikan bahan ajar, perlengkapan untuk mengajar seperti OHP, in focus dan sarana lainnya.
Pada aspek penelitian, dengan adanya dana PHK akan diadakan seminar-seminar penelitian dan untuk mendorong dosen dan mahasiswa melakukan penelitian.
Sedangkan untuk aspek pengabdian pada masyarakat, akan diadakan kegiatan-kegiatan untuk dosen dan mahasiswa.
Thamrin menjelaskan dalam upaya meningkatkan institusi, akan ada kebutuhan dosen dan mahasiswa. Misalnya bahan ajar. Untuk mahasiswa contohnya perlengkapan praktikum. Dengan adanya PHK A1 jurusan kimia, Thamrin berharap imbasnya adalah pencapaian pengajar yang professional.
“Out came yang akan kita hasilkan adalah daya kompetensi yang tinggi pada mahasiswa dan dosen dalam pelaksanaan Tri Darma perguruan tinggi.”
Dosen dan mahasiswa FMIPA siap berkompetensi, baik tingkat nasional maupun internasional dalam segala bidang.
Hibah ini merupakan hibah tahun pertama. Sedangkan untuk Jurusan Matematika telah mendapatkan tahun kedua. Jurusan lain seperti fisika, biologi masih dalam persiapan. Bentuk pelaksanaan hibah ini berupa pelatihan, lokakarya, seminar, penyediaan modul ajar untuk dosen. Sedangkan untuk mahasiswa, kuliah umum perkembangan Iptek. “Untuk mahasiswa kita menyiapkan tiga mahasiswa jurusan kimia untuk mendapatkan beasiswa S2 keluar negeri yaitu Winda, Aditya, Mahwar,” papar Thamrin. Namun Thamrin tidak menyebutkan kemana ketiga mahasiswa ini bakal dikirim

Belum Ada Program Konkret dari Calon Gubernur

Borneo Tribune, Pontianak
Jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan para penelis yang diberikan oleh para kandidat dalam debat publik calon gubernur Kalbar yang berlangsung (11/11) kemarin malam di Hotel Santika ternyata dianggap kurang memuaskan para panelis. Salah satunya di ungkapkan oleh Dr. Fariastuti yang mengatakan para calon ternyata belum mengetahui kondisi lapangan daerah Kalbar. Hal ini sangatlah disayangkan. Untuk mendefinisikan kemiskinan di Kalbar saja belum dapat terjawab secara konkret.
“Bagaimana mau mengentaskan persoalan kemiskinan di Kalbar, kalau untuk mendefinisikan dan mengelompokkan masyarakat yag miskin masih sulit,” sesal Fariastuti. Selain masih belum dapat memahami persoalan yang terjadi di lapangan, Faristuti, dosen fakultas Ekonomi ini juga menilai jawaban-jawaban dari para calon masih bersifat normatif dan tidak konkret. Ini menggambarkan para calon sepertinya belum memiliki strategi dan langkah-langkah konkret untuk mengatasi berbagai persoalan di Kalbar terutama kemiskinan dan pengangguran. “Mestinya para calon telah memiliki rencana ke depan kira-kira kita harus melakukan langkah-langkah apa terlebih dahulu untuk mengatasi persoalan di Kalbar,” jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan rendahnya kesejahteraan masyarakat Kalbar, Fariastuti berpendapat mesti dimulai dengan melakukan langkah-langkah yang bersifat mikro terlebih dahulu. Contohnya kemiskinan, maka perlu mendefinisikan dahulu apa itu kemiskinan, baru mencari akar persoalan karena apa kemiskinan terjadi, apakah terjadi karena budaya atau karena struktur pemerintahan yang terbentuk.
“Kalau faktor budaya maka pemerintah mesti memberikan penyuluhan dan pelatihan-pelatihan untuk peningkatan SDM masyarakat agar mereka dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu akses ekonomi di pedesaan mesti dibangun. Sedangkan jika yang terjadi adalah faktor kemiskinan karena struktural atau sistem yang membentuk. Nah ini persoalannya berarti adanya pemiskinan yang terjadi. Kalau ini terjadi pemerintah mesti harus segera memperbaiki sistem birokrasi,” ujar Fariastuti.
Mengenai pemberdayaan aparatur daerah, dosen ekonomi ini menyarankan harus ada sinergisitas antar aparatur pemerintahan dari tingkat provinsi sampai tingkat kepala desa. Ini harus dilakukan karena yang mengerti benar persoalan kemiskinan di masyarakat adalah aparat desa.
Rasa kecewa dengan jawaban-jawaban yang disampaikan oleh para calon juga dirasakan oleh Prof Dr. Redatin Parwadi, Guru Besar Fisip Untan. Redatin menilai program yang disampaikan dalam debat publik tersebut masih bersifat abstrak dan tidak operasional.
Ketidakjelasan program dan apa strategi programnya sangat tampak dari jawaban para calon tersebut. Contohnya mengatasi masalah korupsi. Memang masing-masing calon telah memaparkan dalam misinya tentang pemberantasan korupsi. Tapi tidak dijabarkan langkah-langkah yang riil secara gamblang bagaimana mengatasi persoalan korupsi. Begitu juga dengan masalah lainnya seperti pendidikan, kerusakan lingkungan hdup dan pengelolaan SDA. Hampir semua calon tidak menjelaskan strategi program secara detil.
Untuk mengatasi persoalan korupsi, lanjut Redatin ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama secara reprensif atau pemberantasan. Kedua, dengan cara preventif atau pencegahan. Secara reprensif pemerintah mesti dengan tegas melakukan penegakan hukum terhadap para koruptor. Jangan penegakan hukum tajam kepada rakyat tapi tumpul kepada penguasa. Sedangkan secara preventif atau pencegahan dapat dilakukan dengan melatih sejak dini para anak-anak agar dapat bersikap jujur dalam hidupnya. “Langkah yang terbaik untuk pemberantasan korupsi adalah contoh dari pemimpin. Jika pemimpinnya punya komitmen yang kuat terhadap pemberantasan korupsi maka staf-stafnya pasti akan mengikuti. Karena biasanya apa yang dilakukan pemimpin pasti diikuti anak buahnya. Contoh dalam masalah proyek. Kalau pemimpinnya tidak menjalankan sistem untuk mendapatkan proyek, pengusaha tidak menyetor upeti maka anak buahnya juga tidak ada yang berani menjalankan sistem yang korup,” tegasnya.