Selasa, 01 Januari 2008

Kesetiakawanan Sosial untuk Penyandang Cacat

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Memperingati Hari Kesetiakawanan Sosial dan Internasional Penyandang Cacat (HIPENCA), Ketua DPD Persatuan Penyandang Cacat Indonesia Kalbar, Saparlis berharap, peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) menjadi momentum strategis. Selain itu, sebagai upaya mengembangkan dan mengimplementasikan kesetiakawanan sosial sebagai suatu gerakan nasional, sesuai dengan kondisi dan tantangan zaman.
Menurutnya kesetiakawanan sosial atau rasa solidaritas sosial, merupakan potensi spritual, komitmen bersama, sekaligus jati diri bangsa. Oleh karena itu, kesetiakawanan sosial merupakan nurani bangsa Indonesia yang teraplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi pengertian, kesadaran, keyakinan, tanggung jawab dan partisipasi sosial, sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat. Sehingga muncul semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
“Kesetiakawanan sosial merupakan nilai dasar kesejahteraan sosial. Modal sosial yang ada dalam masyarakat harus terus digali, dikembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara. Yaitu masyarakat sejahtera,“ katanya.
Dikatakannya, sebagai nilai dasar kesejahteraan sosial, kesetiakawanan sosial harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual bangsa, dan diimplementasikan dalam wujud nyata dalam kehidupan. Kesetiakawanan sosial merupakan nilai yang bermakna bagi setiap bangsa. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia, pada hakekatnya telah ada sejak zaman nenek moyang, jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka, dan kemudian dikenal sebagai bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, makna nilai kesetiakawanan sosial sebagai sikap dan perilaku masyarakat, dikaitkan dengan peringatan HKSN ditujukan pada upaya membantu dan memecahkan berbagai permasalahan sosial bangsa. Caranya mendayagunakan peran aktif masyarakat secara luas, terorganisir dan berkelanjutan. Dengan demikian kesetiakawanan sosial masih akan tumbuh dan melekat dalam diri bangsa Indonesia. Yang dilandasi nilai-nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai-nilai kesetiakawanan itu sendiri, dalam wawasan kebangsaan, mewujudkan kebersamaan, hidup sejahtera, mati masuk surga, bersama membangun bangsa.
Saparlis juga berharap, di Hari Internasional Penyandang Cacat ini, seluruh komponen masyarakat, terutama pemegang kekuasaan dan pengambil keputusan, dapat memenuhi hak-hak para pencandang cacat. Dengan mengimplementasikan semua perundangan, peraturan, rencana dan konversi yang menyangkut kepentingan penyandang cacat.
Para penyandang cacat sesungguhnya memiliki semangat yang tinggi untuk berprestasi. Berbagai keterbatasan yang disandangnya pun tak menjadi halangan. Untuk bisa berprestasi, sentuhan pendidikan mutlak harus diberikan. Tanpa ada pendidikan yang baik, para penyandang cacat tak akan mudah untuk meningkatkan taraf hidupnya. Karena itu penyandang cacat mesti diberi kesempatan yang setara dengan orang normal untuk mengenyam pendidikan. Yang terpenting lagi, perlu dibangun fasilitas yang diperlukan bagi penyandang cacat agar memudahkan akses beraktivitas dan bersosialisasi.
“Cacat tubuh bukan halangan bagi kami untuk berprestasi. Cuma, dalam beberapa hal para penyandang cacat perlu dibantu,” ujarnya. Seperti, fasilitas atau aksesbilitas khusus bagi para penyandang cacat di tempat-tempat umum, termasuk gedung-gedung dan kantor-kantor. Misalnya, dibuatkan akses untuk kursi roda bagi penyandang cacat. Untuk memudahkan para tunanetra menyeberang jalan, perlu ada fasilitas yang diperlukan. Ini yang perlu diperhatikan di kemudian hari.
Di samping itu, para penyandang cacat perlu dibantu dalam hal kesehatan. Saat berobat ke RS misalnya. Para penyandang cacat hendaknya diberi keringanan dan kemudahan. Tak itu saja, hasil karya para penyandang cacat, hendaknya mendapat perhatian lebih baik ke depan. Dengan demikian, para penyandang cacat bisa mandiri.
Kegiatan Hipenca, mengandung makna pengakuan akan eksistensi penyandang cacat. Sekaligus peneguhan komitmen seluruh bangsa untuk membangun kepedulian terhadap mereka. Tujuan pelaksanaan peringatan tersebut adalah, untuk mendukung terwujudnya kemandirian, kesetaraan dan kesejahteraan penyandang cacat, meningkatkan pemahaman, kepedulian dan keberpihakan semua pihak, terhadap permasalahan penyandang cacat dan mendukung suksesnya implementasi rencana aksi nasional, tahun 2004-2013.
Di Indonesia peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat dilaksanakan secara nasional sejak 1996. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran berbagai pihak, terhadap problematika penyandang cacat. Dengan berkembangnya kesadaran berbagai pihak terhadap permasalahan penyandang cacat, menjadi faktor pendorong dilaksanakannya Hipenca tersebut. Juga merupakan bagian dari usaha memperjuangkan cita-cita penyandang cacat, sekaligus sebagai salah satu agenda mengisi Decade Penyandang Cacat Asia Pasifik ke II. Yang lazim disebut Biwako Millenium Framework 2003-2012.
“Sebagai implementasinya di Indonesia, telah disusun Rencana Aksi Nasional Penyandang Cacat Indonesia, tahun 2004-2013,” kata Saparlis. Yang meliputi organisasi mandiri dan perkumpulan orang tua penyandang cacat, wanita penyandang cacat, deteksi dini intervensi dini dan pendidikan. Serta, pelatihan dan penempatan kerja.
Pelaksanaan peringatan Hipenca, selain merupakan salah satu upaya dan bagian integral dalam mewujudkan tujuan UU No. 4 tahun 1997. Penegasan tentang kesamaan hak, kesempatan peran serta dan kedudukan penyandang cacat haruslah terus menerus digaungkan, disosialisasikan, ditindaklanjuti, ditaati dan diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupan dan penghidupan.
Melalui Hipenca tahun 2007, ia berharap ada pemahaman yang lebih utuh, pemikiran kritis dan tindakan yang lebih konkrit. Serta keberpihakan kepada permasalahan penyandang cacat, dan menstimulan, sekaligus mendorong program-program aksi bidang kecacatan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi Nasional bagi penyandang cacat.
Harapan adanya persamaan hak bagi para penyandang cacat, juga diungkapkan oleh Ketua DPD PPCI Kota Pontianak, Yuli. Ia mengharapkan semua pihak dapat mengakui hak penyandang cacat dalam menentukan nasibnya sendiri, melalui pemberian kesempatan seluas-luasnya merencanakan kehidupan dan pekerjaan yang dipilih sesuai kemampuannya. Orang cacat juga mesti diberi kesempatan yang sama bagi penyandang masalah sosial, dalam mengembangkan diri dan berperan serta dalam berbagai aktivitas kehidupan. Tentunya, tanpa membedakan suku, agama, ras atau golongan.
“Hal ini, akan menumbuhkan tanggung jawab sosial yang melekat pada setiap penyandang masalah sosial,” kata Yuli.□

Tidak ada komentar: