Senin, 21 Januari 2008

Diskusi Ekonomi Islam Anti Kemiskinan FoSSEI Kalbar

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Bagi kebanyakan orang, kemiskinan merupakan masalah yang cukup merisaukan. Ia dianggap sebagai penyakit sosial yang paling dahsyat dan menjadi musuh utama dari rancangan pembangunan negara. Kemiskinan bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi semata-mata, tetapi juga sebagai masalah sosial dan politik. Kerena dirasakan dahsyatnya bahaya kemiskinan, dalam ajaran Islam membasmi kemiskinan dianggap sebagai jihad.
Berbagai usaha dilaksanakan untuk mengatasi masalah kemiskinan ini. Namun, kemiskinan tetap tidak dapat dihapuskan secara total. Banyaknya jumlah kemiskinan dan tidak tepatnya konsep mengatasi kemiskinan inilah yang menjadi penyebab kemiskinan tidak dapat dihapuskan sampai saat ini.
Sekretaris umum forum silaturahmi studi ekonomi Islam regional Kalbar (FoSSEI) Kalbar, Nur Khabibah mengatakan Islam menjadikan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi sebagai isu besar perekonomian yang bersifat universal dan abadi, karena kemiskinan dan kesenjangan ekonomi ada di manapun dan kapanpun di dunia ini. Allah SWT sudah memerintahkan umat Islam untuk memperhatikan kesenjangan ekonomi sebagaimana tersurat dalam AL Qur’an surat Al Mau’un.
Karena dasar inilah FoSSEI Kalbar akan mengadakan kajian tentang bagaimana konsep ekonomi Islam mengatasi persoalan kemiskinan. Kajian ini akan dilaksanakan Minggu (13/1) diruang B12 Akuntansi fakultas Ekonomi Islam. Acara yang akan dihadiri pemateri dari bank Muamalat Indonesia, Awaludin akan dimulai pukul 13.00 sampai selesai.
“Dengan diskusi ini FoSSEI Kalbar ingin mengajak semua pihak untuk bersama-sama mempelajari bagaimana konsep ekonomi Islam dalam mengentaskan kemiskinan,” katanya.
Menurut Nur Khabibah, Allah mengajarkan muslim yang miskin untuk optimis dalam berusaha mencari rizky sebagai motivasi meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan kesabaran sebagai benteng mental menghadapi kondisi yang kurang memadai, serta beriman kepada Allah SWT tentang rizky yang berbeda antar manusia sebagai peredam kecemburuan sosial terhadap golongan yang kaya.
“Mentalitas semacam ini cukup ampuh untuk meredam gejolak sosial yang timbul akibat kesenjangan ekonomi,” ujarnya. Untuk mengatasi persoalan kemiskinan Islam mempunyai mekanisme distribusi pendapatan seperti Zakat, infaq, dan sedekah serta usaha pemerintah lain seperti pembagian harta fa’i. Mekanisme ini sanggup meredam kecemburuan sosial dan mencukupi kebutuhan pokok golongan kelas bawah seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan.
Ketua Bidang Kajian FoSSEI Kalbar, Hasan mengungkapkan tujuan dari diadakan kajian dengan tema ekonomi Islam anti kemiskinan ini untuk mengajak semua pihak baik para pelaku ekonomi dan pemerintahan mempelajari bagaimana mekanisme Islam dalam mengatasi kemiskinan. Dalam ekonomi Islam jika seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokoknya, maka kerabat terdekatnya harus menolong dengan memberikan bantuan finansial untuk mencukupi kebutuhan pokok tersebut, jika Kerabat dekatnya juga tidak mampu lagi mencukupi karena mereka juga hidup pas-pasan, maka negara harus membantu dengan memberikan tunjangan zakat yang diambil dari baitul maal /kas negara, jika dana zakat tidak mencukupi karena banyaknya fakir miskin, negara berhak untuk meminta pajak tambahan pada kelompok masyarakat yang mampu/kaya untuk memberikan tunjangan kemiskinan tersebut.”Selain Zakat, Infaq, dan sedekah, negara juga boleh berijtihad untuk mengatasi kemiskinan dengan cara lain seperti program kemitraan antara yang kaya dan miskin seperti yang dicontohkan Rasulullah pada kaum muhajirin dan Anshar,” ungkapnya.
Tindakan ini juga dilakukan Umar bin Kattab dengan memberikan Qardul Hasan / pinjaman kredit tanpa imbalan kepada petani di Irak. Dikatakannya lebih lanjut, dulu di negara Islam Madinah, sejak zaman Nabi Muhammad SAW, zakat sudah ditangani negara sebagai inti sistem fiskal negara Islam. Ketika zaman Kalifah Abu bakar terjadi pembangkangan membayar zakat oleh sebagian umat Islam, Abu bakar mengerahkan pasukan untuk memaksa mereka tunduk kepada hukum Allah SWT. Kemakmuran ekonomi terjadi pada zaman khalifah Umar bin Abdul Azis. Saat itu banyak kaum miskin menolak menerima zakat yang dibagikan negara, karena seluruh rakyat merasa sudah terpenuhi kebutuhan ekonominya.
Struktur ekonomi negara Islam saat itu adalah perdagangan dan agraris. Setelah ditemukannya tambang minyak, struktur ekonomi negara-negara Islam di kawasan Arab seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, Qatar Bahrai, Yaman. Juga di kawasan Asia tenggara seperti Brunei Darussalam dan Malaysia, bergeser ke struktur ekstraktif / pertambangan. Dengan didukung melimpahnya hasil ekspor minyak kaum miskin di negara-negara Islam tersebut dimanja oleh tunjangan zakat yang amat besar. Tidak heran jika di negara- negara Islam yang masih menerapkan UU zakat, tidak pernah terjadi gejolak sosial seperti pengangguran, demontrasi, penjarahan, dan kerusuhan sebagai akibat sentimen kelas ekonomi.
”Keadaan ini sudah berjalan 13 abad sejak zaman Nabi Mohammmad SAW,” jelasnya. Selain zakat, lanjut Hasan ekonomi Islam juga merujuk pada sejumlah aturan dan ritual dalam Islam yang juga berfungsi sebagai instrumen pemerataan. Contohnya adalah kewajiban membayar qurban bagi yang mampu setiap tahun dalam perayaan hari raya Idul Adha. Sekali lagi, ini pun bukan merupakan hal yang unik dalam Islam. Hampir setiap agama memiliki aturan atau ritual yang spesifik bertujuan sebagai instrumen distribusi kesejahteraan. Banyak juga studi yang sudah membahas tentang peranan perayaan sosial atau keagamaan dalam meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan dalam suatu masyarakat.
Melihat ekonomi Islam semata hanya dari sistem zakat tidaklah tepat, zakat hanya salah satu komponen saja dia bukan cerminan keseluruhan, artinya zakat sangat mirip dengan pajak atau bahkan pajak itu sendiri karena zakat hanya ditarik dari kaum muslim dan bagi penduduk non muslim tetap membayar zakat tetapi namanya pajak. Artinya zakat yang cuma 2,5% adalah patokan dasar, negara kemudian mengembangkan menjadi PPH, PPN, dan yang lainnya.

Tidak ada komentar: