Selasa, 01 Januari 2008

APBD 2006 dan 2007 Harus Menjadi Refleksi APBD 2008

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Adanya keinginan DPRD Kalbar agar masyarakat dapat memberikan masukan pada RAPBD 2008 melalui public hearing patut untuk diberikan apresiasi positif. Namun, sangat disayangkan public hearing hanya dijadikan sebagai ceremonial event dan hanya sebatas pelengkap program. Karena dokumen RAPBD yang merupakan bahan inti agar masyarakat dapat memberikan masukan diberikan. Demikian diungkapkan Ketua Divisi Advokasi JARI Indonesia orwil Borneo Barat, Indra Aminullah, Senin (24/12) di sekretariat JARI.
Menurut Indra tidak diberikannya dokumen RAPBD adalah bukti bahwa keinginan DPRD Kalbar untuk mendapatkan masukan dari masyarakat merupakan tindakan transparansi yang setengah hati. Kejadian ini membuat public hearing menjadi tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Dan anehnya, peristiwa ini selalu terjadi setiap public hearing dilaksanakan.
”Jika alasannya masalah anggaran yang tidak tersedia untuk memperbanyak APBD, sebenarnya RAPBD cukup diinformasikan dimana masyarakat bisa mengakses dan biarkan masyarakat yang memperbanyak sendiri. Atau di up date di website pemerintah yang telah tersedia agar dapat diakses kapan pun. Jangan hanya anggaran perawatan media sosialisasi saja yang ada tapi yang disosialisasikan tidak ada,” ujarnya.
Indra juga mempertanyakan kemana sebenarnya kebijakan APBD Kalbar 2008 akan diarahkan. Apakah kebijakan APBD Kalbar hanya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan atau untuk kepentingan pemenuhan hak dasar rakyat Kalbar. Kalau untuk pemenuhan hak dasar rakyat Kalbar, mengapa alokasi APBD 2008 untuk pendidikan hanya 5,1 persen dan kesehatan 3, 9 persen dari total belanja APBD. Padahal angka buta huruf dan putus sekolah masih sangat tinggi.
”Anehnya dalam prioritas dan plafon anggaran tahun 2008 tidak satu pun klausal yang berani mengungkap bahwa angka buta huruf dan putus sekolah di Kalbar masih tinggi,” katanya.
Selain itu, lanjut Indra tingkat kesehatan masyarakat juga masih sangat rendah yang ditandai dengan masih adanya kasus giji buruk, kasus ibu hamil yang meninggal dunia karena kurangnya asupan gizi, banyak polindes dan sarana kesehatan yang tidak berpenghuni, sanitasi yang tidak baik serta air bersih yang tidak memadai.
Dalam konteks politik alokasi anggaran Indra menilai dari hasil analisis RPJM dan APBD 2006 dan 2007 alokasi anggaran yang bertitle HAM menunjukkan beberapa program yang jelas-jelas berkaitan langsung dengan persoalan pemajuan HAM ada di 3 SKPD saja yakni Biro Hukum Pemda, Dinas Tenaga Kerja, Bappora PP. Dan hal itu belum secara khusus dialokasikan pada kelompok-kelompok yang rentan terlanggar HAM nya misal kaum penyandang cacat yang selama ini belum mendapat perhatian khusus.
Untuk alokasi anggaran yang berkaitan dengan hak ekosob, khususnya pada pada anggaran pendidikan dan kesehatan sebagai leading sector yang langsung berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia terlihat bahwa anggaran yang berkaitan dengan title HAM hanya sebesar 0,10 persen dari total anggaran baik pada APBD 2006 dan 2007, pada APBD 2006 (diluar anggaran kabupaten dan APBN), prosentase total anggaran Dinas kesehatan baru sekitar 3 % dari total anggaran (Rp 7.840,- per orang per tahun). Bahkan jika hanya melihat pada pos belanja OP dan modal hanya sebesar 1,64 % dari total Anggaran (Rp 4.158,- per orang per tahun).
Padahal jika menggunakan standar WHO dimana minimal alokasi anggaran untuk 1 orang warga negara adalah Rp 285.000, per tahun. Tapi dalam APBD 2007 hanya sekitar Rp 1.412,- per orang per tahun. Untuk anggaran Dinas pendidikan pada APBD 2006 (diluar anggaran kabupaten dan APBN), prosentase total anggaran pendidikan hanya sekitar 16,48 % dari total anggaran (sudah dengan gaji pendidik). Bahkan jika melihat pada pos belanja OP dan modal hanya sebesar 3,02 % dari total anggaran. Padahal UU sisdiknas jelas – jelas mengamanahkan bahwa anggaran pendidikan 20 persen diluar gaji guru dan pendidikan kedinasan.
“Untuk hak pendidikan, hasil riset JARI di 3 kabupaten dengan melihat realitas lapangan dan politik anggaran yang dialokasikan melalui APBD Kabupaten dan provinsi kita menyimpulkan semestinya anggaran provinsi menjadi stimulan bagi anggaran daerah dalam pemenuhan hak dasar dan masih tingginya angka tidak tamat sekolah dengan berbagai faktor. Bahkan target yang ditentukan melalui RPJM kabupaten tersebut terlihat alokasi anggarannya masih jauh dari target, untuk itu APBD 2008 hendaknya menjadi komplemen dari pemenuhan target tersebut,” paparnya.
Dikatakannya juga dari proses verifikasi atas dokumen RPJM dengan alokasi anggaran yang tercermin pada APBD 2006 dan 2007 maka secara sederhana, analisis JARI menemukan pertama masih belum ada alat ukur yang jitu untuk menurunkan agenda RPJM ke alokasi anggaran dari tahun ke tahun, kedua alokasi anggaran tersebut lebih mencerminkan pada upaya-upaya yang masih sama dan terkesan monoton, padahal tantangan persoalan HAM lebih dinamis, ketiga belum ada upaya yang signifikan dari pemerintah daerah yang tercermin dalam alokasi anggaran APBD 2006 dan 2007 untuk menjalankan agenda Harmonis dalam Etnis. “Yang menjadi pertanya kita apakah proses pembahasan RAPBD sudah mengacu pada Standar Pelayanan Mminimum (SPM) dan Standar Analisis Belanja (SAB). Dari analisis belanja untuk bantuan sosial ada kenaikan yang signifikan tahun 2007 yakni Rp. 76.498.876.500, atau sekitar 258% peningkatannya. Atas dasar tersebut JARI meminta penjelasan untuk penganggaran bantuan sosial dalam APBD 2008 Rp. 55.500.000.000 diperuntukkan bagi siapa saja? Serta bagaimana mekanisme penyalurannya,” tanya Indra.

Tidak ada komentar: