FKIP Untan Harus Perhatikan Kualitas Lulusan
Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Semakin membludaknya keinginan masyarakat untuk masuk ke FKIP beberapa tahun terakhir ini merupakan suatu kewajaran di saat peluang menjadi guru di Kalbar sangat besar. Pemikiran pragmatis masyarakat yang inginnya memperoleh pekerjaan secara instan seperti menjadi pegawai negeri inilah yang mendasari banyak orang berbondong-bondong ingin menjadi guru.
Ini terjadi karena masyarakat tidak pernah berpikir betapa susahnya menjadi seorang guru dengan berbagai tuntutan kompetensi yang harus dimiliki. Selain itu guru juga dituntut dapat memberikan proses pendidikan yang berkualitas pada anak didik. Sementara saat ini guru dihadapkan dengan kondisi sarana prasarana penunjang proses belajar mengajar yang sangat minim.
Dosen FKIP Untan, Rif’at mengatakan selain persoalan sarana dan prasarana pendidikan yang tidak memadai. Indonesia juga dihadapkan dengan persoalan kualitas guru yang sangat rendah. Saat ini ada 2,7 juta guru di Indonesia yang masih membutuhkan perbaikan kualitas. Karena guru-guru tersebut belum menguasai kompetensi dasar yang menjadi standar Undang-undang Guru dan Dosen serta Undang-undang Sisdiknas.
“Kalau menginginkan peningkatan kualitas pendidikan memang harus dari tangan guru berkualitas, menjadi guru yang berkualitas, atau ’melahirkan’ guru berkualitas, bukanlah perkara mudah. Dan hal ini menjadi PR pemerintah bersama LPTK yang ada,” katanya.
Untuk menghasilkan guru yang berkualitas maka proses pendidikan bagi calon guru juga harus berkualitas. Tapi selama ini yang terjadi justru LPTK yang menjadi lembaga pencentak calon guru sering kali kurang memperhatikan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
Banyak LPTK di Indonesia hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan adanya kebijakan pemerintah yang ingin memajukan pendidikan. Kondisi ini ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah ingin mensejahterakan guru dengan meningkatkan gaji guru. Maka yang terjadi adalah masyarakat berbondong-bondong ingin menjadi guru.
Berbondong-bondongnya keinginan masyarakat untuk menjadi guru, kata Rif’at dimanfaatkan oleh LPTK dengan menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan daya tampung dan memperhatikan kualitas.
“Lihat saat ini yang terjadi LPTK FKIP menerima mahasiswa yang begitu banyak, tidak cukup regular akhirnya membuka program ekstensi. Program ini juga dirasakan belum cukup dibuka juga program kerjasama dengan berbagai pemerintah kabupaten. Akibat dari ini, jumlah mahasiswa FKIP melebihi kapasitas daya tampung yang ada. Perkuliahan berlangsung dari pagi sampai tengah malam bahkan hari minggu pun masih ada kegiatan perkuliahan,” ungkapnya.
Sementara kualitas dari mutu pembelajaran tidak pernah diperhatikan. Kondisi kampus LPTK ibaratkan pasar yang selalu ramai dan ramainya kampus belum mengkondisikan suasana akademik. Belum lagi persoalan sarana dan prasarana di kampus LPTK yang belum sama sekali mencapai standar minimal dari sebuah perguruan tinggi yang ingin menghasilkan lulusan berkualitas.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh mantan Ketua BEM FKIP Untan periode 2006-2007, Hemri Yansa. Ia berpendapat mestinya FKIP lebih mengutamakan kualitas pada penyelenggaraan proses pendidikan. FKIP jangan hanya sekedar meluluskan mahasiswa sebanyak-banyaknya tapi mahasiswa yang dihasil tidak memenuhi kompetensi dasar untuk menjadi seorang guru. Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru sudah dijelaskan Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru (Dikgutentis) yangmerumuskan sepuluh kompetensi guru, yaitu memiliki kerpibadian sebagaiguru, menguasai landasan kependidikan, menguasai bahan pelajaran, Menyusun program pengajaran, melaksanakan proses belajar mengajar, melaksanakan proses penilaian pendidikan, melaksanakan bimbingan, melaksanakan administrasi sekolah, menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat, melaksanakan penelitian sederhana.
Di tahun 2003, katanya Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru Dikgutentis)juga telah mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), terdiri atas tigakomponen, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan potensi, dan penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian sebagai guru.
Ketiga komponen kompetensi ini dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dasar, yaitu penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, peniliaianprestasi belajar peserta didik, pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, pengembangan profesi, pemahaman wawasan kependidikan, dan penguasaan bahan kajian akademik sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Ketujuh kompetensi dasar guru ini dapat diukur dengan seperangkat indikator yang telah ditetapkan dan harus melekat pada guru, yaitu pertama memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi masyarakat, kedua menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukupdan dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, ketigamemiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu keempat memiliki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut, kelima sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secaraperorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau material.
“Nah pertanyaannya, apakah FKIP telah mempersiapkan mahasiswanya dengan berbagai kompetensi tersebut sehingga lulusannya benar-benar memiliki kompetensi yang siap pakai,” tanya Hemri.
Guntur, mahasiswa jurusan IPS semester 6 mengatakan FKIP harus mengutamakan kualitas proses pendidikan yang diselenggarakan dengan melakukan berbagai upaya seperti menyelenggarakan proses belajar mengajar yang dapat mendorong mahasiswa agar memiliki berbagai kompetensi standar untuk menjadi guru.
Guntur merasakan selama mengikuti perkuliahan banyak dosen ketika memberikan materi perkuliahan justru menumbuhkan rasa kebosanan untuk mengikuti perkuliahan.
”Sangat sedikit sekali dosen yang mampu memotivasi mahasiswanya untuk mengikuti proses perkuliahan. Selain itu cara dosen menyampaikan materi perkuliahan bersifat monoton. Saya berharap ada perhatian penuh dari pihak fakultas untuk menciptakan suasana yang dinamis dan nyaman dalam proses pembelajaran,” harapnya■
Minggu, 02 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar